15 Mei 2009

LARI PAGI

Biasanya orang kalau merasa berat badannya sudah melampaui ambang batas, walaupun hanya beberapa kilo atau ons saja, akan ingat pada satu hal atau kegiatan yang harus segera dilakukan, mungkin bagi para perempuan menjalankan apa yang disebut dengan diet, bahkan ada istilahnya diet ketan mungkin hanya memakan ketan saja selama hidupnya dan diiringi dengan sedikit olahraga. Demikian juga dengan laki-laki untuk menjaga kondisinya paling hanya olahraga secara rutin atau teratur, ya salah satunya yang paling murah meriah adalah dengan lari pagi. Menurut sayah lari pagi juga sangat-sangat mudah, kita tinggal bangun saja di pagi hari kemudian jangan lupa juga cuci muka, gosok gigi kemudian ngopi dulu sebentar sambil pakai sepatu, terus kalau ada sms yang belum dibalas, diperbolehkan untuk membalasnya dahulu, dari pada nanti dicurigai sama pacar, terus berantem, dan berakhir dengan putus hubungan kerja, bahaya kan, tadinya mau lari pagi malah jadi sakit hati.

Nah, suatu waktu si sayah pernah merasakan berat badan yang agak bertambah beberapa kilo saja, walaupun sebenarnya teman-teman sayah yang sudah tidak bertemu beberapa tahun bilang kalau sayah tambah kurus dan tambah ganteng, tapi si sayah tidak menghiraukan perkataan mereka, mereka semua mah hanya pitnah, karena yang merasakan badan sayah bertambah berat atau tidak kan sayah sendiri. Ditambah lagi waktu itu si sayah sering atau kadang-kadang suka jatuh sakit tidak pupuguh. Bukannya manja, sedikit saja kehujanan besoknya sakit, sekali dua kali begadang besoknya langsung nambru, wah pokoknya ripuh lah.

Prihatin (mungkin) dengan keadaan si sayah yang seperti itu, teman sayah si Arnasan pernah bilang kalau sayah ini kurang malah tidak pernah olah raga, jadinya berat badan bertambah dan sering sakit. Lalu si Arnasan menyarankan kepada sayah untuk sering-sering berolahraga secara teratur, minimal lari pagi dan menyeimbangkan antara gaya hidup dan olahraga (maksud si Arnasan mah antara begadang dan olahraga, karena bagi si Arnasan mah begadang teh sudah menjadi gaya hidup). Dan tidak lupa Arnasan pun memberikan saran yang tidak kalah pentingnya yaitu menjaga pola makan sayah, agar pola makan sayah menggunakan pola 4-5-1. Tapi si sayah agak sedikit bingung dengan pola makan seperti itu, biasanya sayah menerapkan pola makan langsung menyerang pada pola makan sayah, yaitu dimana ada makanan langsung sayah serang.

“san pola makan 4-5-1 teh seperti apa?”

“ah masa kamu tidak tahu dun, itu empat sehat lima sempurna.”

“terus kalau yang satunya apa san?” Tanya sayah lagi.

“yang satunya mah maksudnya cukup satu piring saja dun.”

“oh, ngarti sekarang mah.”

Setelah berpanjang lebar memberikan sarannya kepada sayah, dan sayah pun akhirnya sadar, aduh benar juga apa yang dikatakan si Arnasan itu, selama ini sayah jarang sekali olahraga malah tidak pernah. Kalau tidak salah terkahir sayah olahraga itu pada saat kelas enam esde, terbayang betapa segala macam penyakit pasti bersarang di tubuh sayah ini, begitu juga dengan berat badan sayah. Pernah suatu waktu ceritanya sayah mau kemping ke Gunung Krakatau. Pada saat itu sayah membawa ransel yang cukup besar dengan isi yang sangat berat pula. Saat pergi dari rumah sayah iseng-iseng mampir dulu ke apotek sebelah rumah, maksudnya penasaran saja pengen timbang badan, saat masuk apotek itu tanpa basa basi lagi si sayah langsung menginjakkan kaki pada sebuah timbangan yang tersimpan di sebelah kanan dekat toilet dan di jajaran ruang tunggu apotek itu. Begitu menginjakkan kaki pada timbangan tersebut dan melihat jarum kiloannya, si sayah kaget bukan main melihat angka yang ditunjukkan jarum timbangan itu yang menunjukkan angka 120 kg, hah seberat itukah berat badan sayah? Kemudian sayah melihat dua orang perempuan karyawati apotek itu senyam-senyum lihat sayah yang sedang kaget melihat timbangan itu.

“lepasin dulu atuh a ransel nya.” Kata si karyawati apotek itu sambil senyam-senyum.

“aduuuh, iya maaf sayah lupa.”

Kemudian dengan setengah malu sayah pun langsung menyimpan ransel itu dilantai, dan kemudian sayah naik lagi pada timbangan tersebut, dengan percaya diri sayah pun yakin kalau sekarang saatnya melihat berat badan ideal sayah. Dan tanpa diduga ternyata berat badan sayah masih menunjukkan angka 120 kg! sayah tambah kaget lagi bukan main, dan sedikit tidak percaya kalau badan sayah seberat itu, dan sayah pun tertunduk lesu diatas timbangan aneh itu.

Saat sayah sedang meratapi berat badan sayah itu, tiba-tiba saja seseorang yang kelihatannya seperti kondektur bus yang baru saja membeli koyo bilang sama sayah kalau timbangan di apotek ini sudah rusak.

“kang gak usah sedih gitu atuh, timbangan disini mah memang rusak, masa setiap orang yang ditimbang disini berat badannya 120 kg, sayah juga sempat kaget berat badan sayah mencapai 120 kg, padahal badan sayah kan cukup gemuk.”

“oh, gitu kang!” jawab sayah kembali dengan wajah yang cerah ceria.

“iya.”

“ya sudah atuh kang terima kasih.” Kata sayah pada si akang kondektur itu.

Sedikit agak kesal, ternyata timbangan itu rusak maka sayah pun ingin mencari tahu dengan menanyakannya pada karyawati apotek itu.

“maaf teh, timbangannya rusak ya?”

“oh iya, aduh maaf ya a sayah lupa ngasih tahu kalau timbangannya sudah lama rusak.”

“oh gitu, ah si teteh mah suka bercanda ya, tadi nyuruh sayah nyimpen ransel dulu, nggak tahunya masih tetep aja 120 kg.”

“iya sekali lagi maaf ya a.”

“ya sudah nggak apa-apa ko, kalau gitu sayah beli mi instan lima, sama telurnya 1 kilo.”

Ditanya seperti itu, karyawati apotek itu malah ketawa tambah keras.

“kenapa teh?”

“ah si aa yang suka bercanda.”

“iya memangnya kenapa teh?”

“ya mana ada atuh di apotek mi instan sama telur.” Jawab si karyawati itu masih ketawa-ketawa.

“ aduh, maaf teh sayah juga lupa.” Dan sayah pun akhirnya tertawa sendiri.

*****

Pada akhirnya sayah pun berniat dalam hati walaupun masih belum bulat, untuk berolahraga minimal lari pagi satu minggu sekali. Tapi sayah pikir kalau lari sendirian mah kurang seru, maka sayah pun menghubungi teman-teman sayah seperti Endang, Dudih, Wawan, Edi, Karna, Yayat, Wati, Neni, Uyun dan masih banyak lagi untuk sama-sama olahraga.

Tapi sayangnya teman-teman yang sayah hubungi sudah punya kegiatannya masing-masing seperti Endang yang sudah punya jadwal rutin main golf, Dudih yang menjadi pelatih basket, Wawan yang sedang gemar main bisbol, Edi yang ikut karate dan kadang-kadang suka menjadi pelatih pencak silat, kemudian Karna yang suka olahraga mancing, dan Yayat yang jadi mandor di proyek pembangunan mol. Begitu juga dengan teman-teman sayah yang perempuannya Wati sibuk di lokasi shuting, Neni sudah jadi instruktur senam di kelurahan, dan Uyun adalah wanita karir yang super sibuk.

Ya sudah tidak apa-apa, harapan terakhir sayah adalah si Arnasan, teman setia sayah, dan dengan telepon genggam sayah pun segera menghubungi si Arnasan.

“halo san apa kabar?”

“halo juga dun, baik..baik.”

“san bagaimana kalau nanti minggu kita lari?”

“wah hayu…hayu dun, akhirnya kamu mau juga olahraga.”

“iya lah san, kalau tidak dipaksain sekarang kapan lagi.”

“ok lah kalau begitu dun, minggu pagi sayah mampir dulu kerumah kamu.”

Mendengar Arnasan bersedia untuk menemani sayah, si sayah dengan semangat mempersiapkan segalanya, mulai dari baju hingga sepatu khusus lari.

Hari yang ditunggu-tunggu pun sudah tiba, dan ini akan menjadi hari yang paling bersejarah buat sayah karena untuk pertama kalinya sayah kelapangan hijau, maksudnya kelintasan lari. Selepas sholat subuh sayah langsung berganti pakaian dengan pakaian bergaya sporti dan trendi penuh warna dan penuh cinta. Sambil menunggu si Arnasan datang dan hari juga masih rada gelap, sayah pun ngopi-ngopi dulu sebentar sambil baca-baca koran bekas, soalnya koran yang baru belum datang.

Tepat jam 6 teng, Arnasan tiba di kediaman sayah ketok-ketok pintu sambil memanggil-manggil sayah dengan keras.

“assalamualaikum, dun sudah siap!” teriak Arnasan dari luar rumah. Sayah pun segera membuka pintu dan mengajak si Arnasan masuk buat santai-santai dulu sambil ngopi dan ngobrol-ngobrol.

“waalaikum salam, eh san sudah…sudah siap sayah mah dari tadi juga, hayu atuh masuk dulu.”

“katanya mau lari dun, kalau gitu mah hayu atuh langsung saja kita berangkat sekarang.”

“sudah santai dulu san, masih dingin, kita ngopi dulu sambil ngobrol-ngobrol sebentar.”

“oh, ok lah kalau gitu.”

Maka kami berduan pun ngobrol panjang lebar dan apa yang dibicarakan pun tidak jelas kesana kemari tanpa judul dan tema. Sambil ditemani dua cangkir kopi dan sepiring kue bolu hangat buatan Bi Teti yang baru saja datang, Bi Teti adalah bibi sayah seorang pengusaha kue bolu yang sukses dan terkenal di daerah soreang.

Keasyikan ngobrol membuat kami berdua lupa dan tidak terasa jam menunjukkan sudah jam 08.10 begitu juga dengan kopi dan kue bolu yang sudah tidak bersisa, karena saking enaknya kue bolu buatan Bi Teti, sampai-sampai sayah lupa menyisakannya buat si ema’. Kemudian dengan sedikit tergesa-gesa sayah pun segera membereskannya, dan segera memakai sepatu.

“dun ini mah sudah terlalu siang atuh!”

“iya san, kita sih ngobrolnya kelamaan.”

“loh, kan kamu dun yang ngajak sayah buat ngobrol-ngobrol dulu.”

“oh gitu san, ya sudah kita langsung saja berangkat.”

Begitu sampai ditujuan, yang sayah dan Arnasan lihat, lintasan larinya sudah agak kosong, yang terlihat hanya tinggal beberapa orang saja, itu pun yang olahraga disana orang yang sudah tua-tua. Namun para pedagang makanan masih tampak banyak seperti bubur ayam khas Sukabumi, kupat tahu Singapura, lontong kari Pak Eman sampai nasi timbel Bu Ipah pun ada. Celakanya, begitu sampai sayah merasa lapar sekali bukan main, ditambah lagi dengan banyaknya pedangang makanan di tempat olahraga itu, semakin lapar lah sayah dan semakin tidak kuat lagi untuk menahannya, lalu si sayah pun mengajak Arnasan untuk sarapan dulu sebentar.

“san sebelum lari bagaimana kalau kita sarapan dulu, mendadak lapar nih.” Ajak sayah pada Arnasan.

“eh kamu mah gimana dun, masa mau lari sarapan dulu.”

“ya habis gimana atuh san, lapar pisan euy, kamu nggak kabita gitu san, tuh ada kupat, lontong, bubur ayam.”

“ya sudah sayah temenin dulu kamu sarapan.” Jawab Arnasan seperti agak kesal.

“tapi kamu juga ikut sarapan ya.”

“ya sudah sayah ikut sarapan.”

Kami berdua pun memilih-milih makanan yang benar-benar cocok untuk sarapan, maksudnya cocok juga dengan uang yang kami bawa, karena secara tidak sengaja sayah dan si Arnasan cuma bawa uang lima ribu. Dan setelah sekian lama memilih-milih akhirnya pilihan kami jatuh pada bubur ayam khas Sukabumi, dan tanpa pikir panjang lagi kami berdua pun langsung memesan dua porsi bubur ayam yang biasa saja, cuma dua ribu lima ratus, kembaliannya untuk ongkos pulang, karena kebetulan motor Arnasan sedang di bengkel jadi kami berdua harus naik angkot.

“waaah nikmat juga ya san, pagi-pagi sudah sarapan bubur.”

“iya dun nikmat pisan, kapan-kapan mah nanti kita kesini lagi, bagaimana?” ajak Arnasana pada sayah.

“gampang san, kalau ada uangnya, sekali-sekali mah kita nyobain kupat tahu, lontong kari, sama nasi timbelnya.”

“ah betul juga dun.”

Karena sudah merasa kenyang, maka kami berdua pun pulang kembali kerumah masing-masing dengan perasaan bahagia karena sudah merasakan nikmatnya Bubur Khas Sukabumi untuk yang pertama kalinya.

12 Mei 2009

SALAH TANGGAL ULANG TAHUN

Sudah sekitar satu minggu tidak bertemu dengan teman sayah si Arnasan, tiba-tiba saja pada sabtu sore menjelang malam minggu mendadak nelepon sayah, nagajak sayah keliling-keliling Bandung, mumpung jalanan lagi macet katanya. Mungkin yang ada di pikiran si Arnasan mah kalau hujan tidak akan macet, walaupun sedang libur panjang seperti ini, dan celakanya sayah pun setuju dengan pikiran si Arnasan ini, eh tidak tahunya begitu ada di jalan kami berdua terbengong-bengong cukup lama melihat pemandangan jalan dengan kendaraan yang cukup padat dan merayap. Tapi karena sudah tanggung ada di jalan, kami pu tetap membulatkan hati kami masing-masing untuk tetap jalan, maka melajulah motor Arnasan yang membawa sayah itu.

Ditengah-tengah kemacetan sayah agak bingung sama si Arnasan, sebenarnya kami ini mau jalan-jalan kemana, kemudian sayah pun coba menanyakannya sama si Arnasan.

“san, sebenarnya kita teh mau kemana?”

“kamu mah suka nggak jelas kalau ngajak-ngajak orang teh .”

Si Arnasan kemudian terlihat berpikir sejenak perihal pertanyaan sayah itu, soalnya kalau tidak ditanyakan sedari dini dia suka tidak pernah nyambung antara tujuan awal dan saat kenyataan dilapangan. Bulan kemarin saja ceritanya minta diantar beli parfum isi ulang, tapi begitu keliling-keliling dijalan si Arnasan malah beli parfum refill. Kemudian pernah beberapa waktu ngajak sayah beli singkong jelegur, eh mampirnya di nasi padang, ya sudah sayah pun dengan semangat memesan kikil, telur balado, dan kepala kakap tidak lupa juga nasinya nambah lagi.

“ya sudah kalau beigut mah kita ke cihapit saja.” Jawab si Arnasan kepada sayah, maka melajulah kami berdua menuju cihapit.

Disepanjang jalan kenangan sudah terlihat langit agak gelap dan sepertinya awan sudah mules ingin segera buang air hujan. Dan benar saja dugaan sayah sama si Arnasan ketika sampai dimulut jalan cihapit, breg hujan dengan deras, dan sialnya hampir semua outlet di cihapit sudah tutup, namun di pertengahan jalan kelihatan sebuah outlet yang masih terang benderang, penjaga outlet tersebut sambil duduk bersila menjajakan jajanan khas berselera. Tapi itu mah bohong yang benarnya penjaga outlet itu menjual sepatu-sepatu bekas alias sepatu kedua. Karena pergi ke cihapit pun tujuannya masih belum jelas dan akan mencari apa, maka sayah dan Arnasan pun tanpa pikir panjang menuju outlet yang masih menunggu rejeki dantang itu, dengan maksud untuk ikut berteduh. Motor kami pun diparkir disebelah outlet tersebut. Agak malu dan sedikit sok akrab kami berdua pun masuk ke outlet sederhana itu.

punten kang, ikut ngiuhan disini.”

“oh iya silahkan-silahkan, sambil pilih-pilih sepatu atuh kang, banyak barang yang baru-baru yeuh.” Kata si penjaga outlet sambil sedikit merayu kepada kami berdua.

“yang baru! Bukannya disini barang-barang bekas?” Tanya Arnasan.

“iya maksudnya banyak yang baru jual sepatunya kesini.”

“oooh gitu, kalau gitu mah yang mana saja kang barang yang baru itu teh?” Tanya Arnasan mulai sedikit penasaran. Dan mulai melirik-lirik pada sepatu-sepatu yang dipajang di outlet itu. Sayah hanya diam saja melihat kelakuan si Arnasan itu. Dan beberapa saat setelah melihat-lihat sepatu, sepertinya Arnasan mulai tertarik pada salah satu sepatu yang dipajang, dan mulai tawar-menawar dengan si penjual. Sayah semakin curiga kalau Arnasan ujung-ujungnya pasti membeli sepatu itu. Dan benarnya saja apa yang di katakan Rudy, si Arnasan benar-benar membeli sepatu itu.

“kamu tidak lihat-lihat sepatu dun?” Tanya Arnasan kepada sayah.

“ah tidak, sajah lagian sayah belum perlu sepatu.”

“udah lihat-lihat saja, dari pada kesal dan tiris nunggu hujan berhenti, siapa tahu ada yang cocok.” Bujuk Arnasan kepada sayah.

Lama-lama sayah pikir benar juga kata si Arnasan daripada kesal nungguin hujan berhenti lebih baik sayah lihat-lihat sepatu dulu. Lama kelamaan semakin betah saja sayah memandangi sepatu-sepatu bekas itu dan seketika itu pula mata sayah tertuju pada sebuah sepatu yang terpajang di sebelah pojok, dan kemudian sayah mengambilnya lalu dengan seksama memperhatikannya. Tidak puas hanya memperhatikannya sayah pun mencoba memakainya, dan ternyata sepatu itu enak sekali dipakainya, ditambah lagi si Arnasan bilang sama sayah kalau sepatu yang sayah pakai itu cocok sekali. Kemudian antara sadar dan tidak sayah pun menanyakan harga sepatu itu.

“berapa yang ini kang?”

“biarin lah buat akang mah 65 ribu saja, hitung-hitung harga mau tutup.” Jawab si penjual sepatu. Tanpa pikir panjang lagi sayahpun segera mengeluarkan uang dari dompet, dua lembar uang 50 ribuan sayah langsung berikan pada si penjual.

“biarin kang lah kembaliannya buat sayah.” Kata sayah sedikit bergurau.

Sayah pun langsung memakai sepatu itu, begitu juga dengan si Arnasan. Kami berdua sore itu sepertinya tampak begitu gaya dengan sepatu bekas baru.

Begitu semua ketidak jelasan itu selesai, hujan pun mengecil dan akhirnya benar-benar berhenti. Ada sedikit perasaan menyesal dalam diri sayah. Bagaimana tidak, tadinya cuma mau ikut berteduh saja di outlet itu, eh tidak tahunya malah beli sepatu, dan yang bikin sayah kesal lagi sesudah membeli sepatu itu ternyata hujan pun berhenti, ini mah tidak lain gara-gara bujukan si Arnasan. Dan hari ini benar-benar hari yang aneh buat sayah, sudah tidak tahu mau kemana, ­ujug-ujug saja beli sepatu. Tapi ya sudahlah sayah pun merasa cukup gaya dengan sepatu baru sayah itu.

“arnasan hujan sudah berhenti nih, kita sekarang mau kemana lagi?”

“aduh sayah juga tidak tahu nih mau kemana lagi, mana bensin masih banyak.”

“ya sudah kalau begitu kita kerumah sayah saja sekalian ada yang mau sayah tanyakan sama kamu dun.” Ujar Arnasan dengan yakin.

*****

Sampai dirumah Arnasan tepat bersamaan dengan adzan maghrib, kami berdua pun langsung menuju dapur untuk mengambil piring karena sudah tidak tahan lagi menahan perut yang sudah gogorowokan, dari pada nanti sholat ingat sama nasi mending kami makan dulu, setelah kenyang baru sholat dengan tenang dan nyalse.

Selagi wiridan sayah belum selesai, si Arnasan sudah buru-buru balik lagi ke dapur, tidak tahu akan bertindak apa. Tapi lama-kelamaan tercium aroma kopi susu yang melewati hidung sayah, wah si Arnasan tahu juga kalau sayah sekarang lagi pengen ngopi.

“san, kalau kopi buat sayah satu lagi mana?”

“ya tinggal buat saja sendiri, tapi kamu harus beli dulu di warung depan.” Jawab Arnasan dengan santai. Maka dengan terpaksa dan masih memakai sarung sayah pun pergi kewarung untuk membeli teh celup.

Sambil minum-minum di ruang tengah-tengah rumah Arnasan, Arnasan mulai membuka pembicaraan dengan sayah namun antara curhat, minta saran atau minta tips-tips jitu sayah juga tidak mengerti.

“dun bagusnya kalau perempuan ulang tahun, sayah ngasih apa ya?” Tanya Arnasan agak serius.

“begini saja san, labih baik kamu tanyakan saja sama perempuannya mau dikasih apa kalau ulang tahun.” Jawab sayah dengan serius pula.

“euuh atuh kalau begitu mah tidak surprais lagi dun.”

“atau begini saja, kamu ajak saja dia belanja sepuas-puasnya, bagaimana?”

“aduh dun kalau mau ngasih saran teh yang rada murah sedikit atuh.”

“masalahnya mau beli kado atau mau ngajak belanja juga sayah nggak punya uang dun.”

sok hayu kita berpikir sama-sama sekarang mah.” Ajak Arnasan kepada sayah.

Akhirnya sayah dan Arnasan hanya terdiam sambil berpikir dalam kebingungan, saking bingungnya kami berdua menghabiskan sisa minuman kami masing-masing sampai habis sakaligus. Ketika gelas kami masing-masing sudah terlihat kosong, barulah sayah menemukan ide yang sepertinya jarang dilakukan oleh orang-orang kebanyakan untuk membuat surprais ulang tahun khususnya buat perempuan.

“san sayah puny aide nih, dan ini mungkin paling murah dan jarang sekali dilakukan sama orang-orang.” Kata sayah dengan yakin.

“wah yang benar dun, apaan tuh?” Tanya Arnasan dengan semangat dan penasaran.

“begini, kamu sms saja dia tepat pas jam 12 malam.”

“cuma itu saja dun?”

“iya cuma itu saja, jangan lupa katanya-katanya yang romantis ya san.”

“ok dun keren sekali idenya kamu, nanti malam tepat jam 12 sayah mau sms si do’i, do’akan sayah ya.” Kata Arnasan dengan semangat sambil mengepalkan tangan seperti di acara Benteng Takeshi.

“ok juga san, sukses bagi si rajin.” Jawab sayah sambil memberikan sampul buku berwarna coklat kepada Arnasan, dan sayah pun pulang.

*****

Jam yang ditunggu-tunggu oleh Arnasan akhirnya datang juga plus-plus dengan menit dan detiknya, Arnasan pun sudah siap dengan telepon genggamnya sambil memikirkan kata-kata apa yang cocok, manis dan romantis untuk si do’i. curat-coret di selembar kertas ada yang puitis, romantis hingga tidak lupa tulisan hutang kepada si wa jabrig. Dan setelah beberapa saat tulas-tulis jadi sajak, akhirnya kata-kata itu rampung juga di tulis Arnasan untuk dikirim ke si do’i.

Neng Ita, Selamat ulang tahun yah

Semoga panjang umur sehat sentosa

Maap akang tidak bisa ngasih kado sama neng Ita

Kalau mau kado, besok neng Ita titpkan saja uangnya sama akang, biar akang yang belikan kadonya

Ttd Aa San san.

Maka ketika teng jam dua belas malam, Arnasan segera mengirimkan sms nya. Dan Arnasan hanya tersenyum-senyum sendiri, dan merasa yakin kalau sms darinya akan membuat hati neng Ita bahagia dan berbunga-bunga. Walaupun tanpa balasan Arnasan tetap tenang dan akhirnya bergegas menuju kamar terlelap nyenyak hingga esok pagi.

*****

Adzan subuh terdengar mengalun sampai mambuat Arnasan terbangun dan buru-buru mengambil air wudhu untuk selanjutnya sholat subuh. Selepas sholat subuh Arnasan teringat pada telepon genggamnya yang masih tersimpan di ruang tamu di meja yang masih banyak dengan kertas-kertas yang sudah acak-acakan tidak beraturan., dia segera mengambilnya. Arnasan begitu kegirangan melihat di telepon genggamnya terlihat tulisan “1 pesan diterima”, Dan Arnasan pun segera membacanya.

Kang Arnasan makasih ya, sudah ngirim sms ulang tahun buat neng.

Akang yang paling pertama ngucapin selamat ulang tahun buat neng.

Tapi maap kang, neng baru besok ulang tahunnya.







08 Mei 2009

HIGH HEELS

Aku ini lebih tinggi dari alas kaki lainnya, mahal pula.

Aku hanya dipakai oleh yang cantik-cantik dan para selebritis, tidak seperti kamu yang memakainya mulai dari yang betisnya besar hingga yang kakinya pecah-pecah.

Aku hanya berjalan di keramik-keramik yang mahal, dan sesekali berjalan di karpet merah.

Sedangkan kamu berjalan dimana saja, kadang di tanah yang becek, bahkan kamu tidak jarang menginjak tanah pasar yang kotor dan tanah perkampungan yang penuh dengan kotoran ayam.

Aku di simpan di tempat khusuh, tidak seperti kamu bergeletakan dimana saja seperti pasrah untuk dicuri.


Pembelaan :

Hei high heels kamu memang lebih tinggi tapi kamu terlihat palsu.

Memanipulasi ukuran tinggi badan seseorang, percaya dirikah atau malukah?

Kamu itu bodoh juga ya, orang-orang hanya memandangi kecantikan wajah pemakaimu, adakah orang-orang menyapa padamu?

Aku tidak peduli siapa yang memakaiku.

Karena aku murah maka aku banyak digemari disana sini.

Hei high heels aku sangat iba padamu.

Justru kamu yang selalu menjadi incaran para pencuri, tampilan seperti aku tidak akan pernah dilirik oleh para pencuri.

Lalu ketika kamu patah kamu akan langsung di buang, dihina dan berakhir di tempat sampah.

Pada akhirnya akulah yang sejatinya bertahan.


Bandung, 2009

Saat melewati outlet toko sepatu yang mahal.

YANG LALU TELAH KARAM

Bertatap wajah berharap akan menjadi cerah.

Sajak-sajak tertumpah.

Mengelabui hati, membutakan mata.

Akhirnya lelah menguntai kata-kata indah.

Setelah pelangi terbawa pergi.

Menghilang untuk beberapa musim.

Dan menjadi iblis di tanah yang indah.

Wajahnya berseri dalam jarak tak terpandang.


Setopan Setiabudi, 2006

UNTUK KEMUDIAN CERAH

Setiap hari awan hitam selalu mengikutiku.

Tapi biarkan, karena matahari yang baik hati selalu memarahi dan mengusir awan hitam itu setelah beberapa menit menangis di atas kepalaku.

Dan dengan sinar kasih sayangnya segera mengeringkan pakaianku dari basah kuyup.

Temanku angin mulai menghampiri.

Memberiku sepasang sayap dan sepatu roda agar aku bias lari secepat mungkin dan terbang setinggi mungkin menghindari kejaran awan hitam.

Dan awan hitam tidak akan mengetahuiku, saat aku bermain-main di luasnya bulan.


Bandung, 2007

TEROPONG DARI RUMAH POHON

Dari atas pohon sudah terlihat jejak kelinci berpakaian mummi.

Menyusup ke dalam gorong-gorong sambil membawa balon gas yang berisi dinamit.

Membeli pakaian dinas lengkap dengan gergaji.

Memakan roti-roti bekas kelelawar yang mabuk dan kucing yang sakit.

Tanah mendadak terlihat pecah.

Karena didalamnya sudah terlalu penuh oleh gundukan kendi-kendi berisi api.

Mata ini benar-benar sudah kacau balau.

Mata kanan memandang ke arah barat, sedangkan mata yang kiri mamandang ke arah timur.

Dari puncak gunung di arah utara menyemburkan ratusan pertapa.

Di arah selatan gelombang laut membawa ribuan penyu bertanduk merah.

Tapi saat lampu padam, suara-suara jangkrik ternyata lebih keras dan membuatku tertidur.


Bandung, 2007

TEMAN SETAHUN

Temanku siang dan malam.

satu detik terhenti menuju satu tahun.

Saat pagi berlari tanpa henti.

Saat malam aku kembali terpejam.

Bunga bangkai menjadi santapan.

Senandung kelam menjadi pembuka malam.

Apakah aku berani pada sepi?

Atau kau pun merasa sepi?

Cobalah kau bakar surat-surat yang sudah usang

Mungkin abunya takkan lagi kau kenang.


Bandung, 2007

SESAAT PERGI

Ada yang terpejam saat malam.

Melepas lelah dari menggenggam payung dan memakai jas hujan.

Teriakan mesin di balik dinding.

Membuat debu saling bertubrukan.

Kita terbang entah kemana.

Mencari mimpi yang tepat untuk hari ini.


Bandung, 2007

SEMBUNYI

Senyumnya memang menggoda.

Dalam tawa ada dusta.

Silahkan memadu kasih tanpa dosa.

Silahkan meminum anggur sepuasnya.

Ada yang Maha Mengetahui dari pada aku.


Bandung, 2007

SEBUAH TANDA

Tanah, air, udara, awan, hujan, matahari, bulan, mendung, cerah, siang, malam, lautan, gunung, musim, pelangi, petir, tanaman, binatang, bakteri, bahkan cintapun jelas-jelas bukan aku yang menciptakan.


Bandung, 2007

keur ngalamun.

PERTANYAAN SUCI

Kau tampak seperti suci.

Dan menyukai kesucian.

Tapi apakah benar membangkang kepada yang bijak?

Apakah benar berdusta kepada kawan?

Lalu apakah benar mengkhianati yang kau anggap suci?


Bandung, 2007

PEMILIK TUBUH

Terlalu banyak kau berbagi mimpi.

Hingga iblis pun dengan mudah merekayasa.

Pijakanmu mulai tak tepat.

Barat, timur, utara, selatan, kemanakah arahmu?

Cobalah tatap seluruh tubuhmu.

Kau mengira kotoranmu tertutup dengan sempurna.

Ingatlah Dia semampumu.

Apakah tubuhmu tercipta dari mimpi?


Bandung,2007

OTOT VS DIGITAL

Raja-raja yang ada di muka bumi seharusnya memakai baju tidur.

Karena anak-anak kecil sudah bermain dengan mesin.

Dan saat ini pun mesin sudah mempunyai tangan dan kaki. Berjalan-jalan di seluruh kota.

Tersenyum dan menyapa, kegirangan karena sudah membuat anak-anak enggan bermain sepak bola.

Tapi para raja tetap menertawakannya.

Karena mesin itu otaknya kosong dan tak berdaya saat di pukul oleh gada milik prajuritnya.


Bandung, 2007

NADA

Kita yang berlari.

Mereka yang berdiam diri.

Jari jemari tak pernah henti membuat karya.

Kita yang bernada sumbang menjadi nilai.

Kita bukan angka-angka di balik mata uang.

Hanya dipaksa untuk selaras.

Melupakan nada-nada urban dijalanan.

Dan kita akan selalu ada ditengah-tengah suara kendaraan tak beraturan.


Bandung, 2008

Keur niggali nu ngamen di jalan.

KEMANA?

Aku seperti dalam lingkar labirin.

Menguji langkah keseimbangan.

Memilih kain-kain sutra ataukah sajadah-sajadah usang.

Mungkin dalam setiap jejakku.

ada yang terang ada juga yang terbakar.

Membaca, memahami kemudian memuji.

Meminta takkan pernah berdosa.

Karena petunjuk yang aku minta.

Agar aku segera keluar dari jalan yang berputar.


Bandung, 2007

KAPAL SAMAR

Garis hitam sudah tergurat lurus.

Entah kapan mulai memudar

Mengikat hati, menebar duri.

Dijalan retak pun tetap menapak.

Semoga dendam bukan tunggangan.

Cahaya terang menjadi teman di laut lepas.

Kapal belum sepenuhnya berlayar.

Namun bila sudah ditengah lautan, hitunglah yang sampai ketujuan.

Bila dirasa gelombangnya akan mengoyak.

Ikatlah kapalmu di dermaga.


Bandung, 2007

GUBUK TERNAK

Kursi goyang yang kududuki ternyata terbuat dari tulang belulang sapi yang selalu marah-marah di depan muka nenekku.

“nenek membelinya dimana?”

“oh, nenek membelinya dari markas sapi.”

Pantas saja sapi itu suka kelihatan aneh.

Memakai kacamata hitam dan berjemur sambil minum jus.

Nenek juga yang selalu berdandan genit terlalu memanjakannya.

Kandangnya terbuat dari emas lengkap dengan kasur empuknya.

Makanannya pun sama dengan denganku dan nenek.

Yang membuat nenek heran, kenapa sapi itu tidak mau minum susu? Kalau di paksa malah marah-marah.

Makanya nenek menyambelihnya dan dagingnya nenek berikan kepada katak yang selalu memakai mahkota yang selalu ada di tengah-tengah kolam.

Karena menurut nenek tulang-tulang sapi itu lebih berguna.


Bandung, 2007

GENERASI PENGHANCUR

Ibu bolehkah aku mengganti rumput-rumput dan bunga-bunga yang ada di halaman dengan permen lollipop?

Kalau boleh biarkan robot kecil temanku ini yang menanamnya.

Ibu boleh melihat aksinya asalkan ibu memberikan goreng pisang dan kopi hitam yang pahit untuk robotku ini.

Aku ingin taman ini menjadi pelangi agar burung gagak pun tidak harus selalu hitam.

Biar lebih semarak lagi aku, ibu, robotku, dan kucing memakai topi kerucut untuk ulang tahun, sambil minum limun di gelas plastik bercorak polkadot.

Tapi aku khawatir pada lebah-lebah yang sering menghisap sari madu dari bunga-bunga yang ada di halamanku.

Mereka pasti akan terkejut, karena mereka tahu permen lollipop itu memang manis.

Tapi sungguh tidak bermanfaat.


Bandung, 2007

GELAS KOSONG

Seorang perempuan menyelam di kubangan lumpur.

Namun menyelam tak pernah dalam.

Bermacam-macam air telah ia minum.

Berbagai bisikan setiap musim telah ia turuti.

Ia tampak kering, haus, dan lelah.

Warna pelangi tak pernah utuh dalam hatinya.

Tercoreng kembali oleh lumpur yang melumurinya.

Hari baik mulai menjauh.

Dipaksa kembali oleh angkuh.

Janur kuning di paksa berdiri.

Namun awan mendung yang menyelimuti.

Kantung mata menahan air mata yang siap tumpah ruah dimana-mana.

Berharap pertolongan dari-Nya.


Bandung, 2007

DALAM MALAM

Ada yang terbungkus oleh selimut.

Ada juga yang berdiri dalam dingin.

Yang terbaring menikmati sunyi hingga pagi.

Yang bersimpuh bercakap-cakap dalam sepi.


Bandung, 2007

CERITA DI TUBUH GAJAH

Matanya merah retak-retak. Kemudian berputar-putar searah jarum jam. Di dalam otaknya ada sebuah kursi pengendali yang dilengkapi dengan mesin dan tombol-tombol berwarna-warni. Kedua gadingnya berputar-putar seperti mesin bor. Telinganya berkibar-kibar bagai bendera di tiang merdeka. Belalainya membagikan surat undangan kedalam lubang-lubang tampat tinggal semut. Undangan untuk mengajak para semut agar mau bergulat dengannya. Tanpa ronde, tanpa waktu dan tanpa skor yang penting menang atau mati.


Pesan terakhir dari surat undangan itu

“bila aku mati kalian (semut) boleh memakanku, dengan catatan jangan member tahu atau mengajak sang raja hutan karena dia sudah sering memakan kawan-kawan ku.”


Kakinya yang besar-besar sering berdansa saat kesemutan, mengikuti irama samba yang keluar dari player dan speaker-speaker besar yang tersimpan diatas punggungnya, sambil menginjak bunga andenium yang belum laku terjual, seperti mengatahui kalau harganya bias lebih mahal dari sembako.


Bandung, 2007



BERITA PAGI

Saat aku bangun tidur, aku sering sekali melihat sekumpulan lalat bereragam memakai helm dan membawa ember-ember bekas ynag kosong berlalu lalang di depan jendela kamarku.

Saat itu ada satu lalat mengetuk-ngetuk kaca jendela kamar ku, menyuruhku untuk segera keluar dan melemparkan parasut agar aku dapat langsung meloncat keluar dari kamarku yang berada di lantai tiga.

Sejenak aku melihat keluar, dan ternayata tetanggaku sudah berlarian keluar rumah, semuanya memakai masker.

Mengendarai sepeda mini, sambil memanggul tv .

Aku pun bergegas memanggul tv ku, dan kemudian loncat dengan parasut pemberian lalat tadi.

Di lapang yang luas aku dan para tetanggaku ramai-ramai menyetel tv nya masing-masing dan mencari siaran berita.

Dan setelah melihat acara berita ternyata gundukan sampah itu ada di dalam rumahku.


Bandung, 2007

BENANG MERAH

Ingatkah, begitu banyak apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar telah hilang bahkan lenyap.

Dulu kabarnya surat yang pernah ku tulis pernah hilang di tengah jalan.

Kabarnya pula surat itu begitu banyak dengan rekayasa, mereka-reka, merekonstruksi agar aku dapat mati secara perlahan-lahan di alam merdeka.

Para perampok data itu sudah hilang segala rasa laparnya dan sudah hilang segala haus dahaganya.

Mereka sumringah, langgeng karena sudah duduk diatas bintang.


Pukulah paku itu dengan alat yang semestinya.

Potonglah rumput itu dengan alat yang semestinya pula.

Begitu sederhana aku bekerja, hinga aku dapat berbicara dengan bahasa para kuli dan petani.

Tidak perlu bingung dengan segala perkataanku, ikuti saja semoga keluargamu sejahtera.

Karena daratan dan lautan adalah kekuasaan kita.


Para perampok suratku akhirnya tertangkap oleh masa dan dipenjara oleh waktu.

Dan terancam oleh ribuan kepalan tangan.

Tapi saat ini pun aku masih melihat banyak sepatu yang menginjak-injak rumput hijau yang berseri.

Dan juga masih banyak orang yang tidak mempererat bunga-bunga yang berwarna-warni.

Akan jadi apa rumahku ini?


Meskipun di ujung paling utara pernah merata berliter-liter air mata.

Karena yang berbicara adalah dengan saudaraku bukanlah kata-kata malainkan dengan besi yang panas menganga.

Hingga akhirnya rumah-rumah yang menjadi rata oleh gelombang murka.

Menyesalkah mereka?

Temanku seringkali berbicara keras.

Kadang di selingi dengan canda tawa.

Canda yang membuat merah telinga tetangga.

Dan tawa yang membuat gerah para penghuni gedung di lantai tertinggi.

Tapi ternyata kata-kata temanku itu masih terus di lawan bahkan berusaha di bungkam.

Tapi kini temanku telah benar-benar dipaksa bungkam.


Bandung, mengenang masa lalu.



AKU TAHU

Aku tahu, aku tahu.

Saat ini aku tidak bias melintasi benteng istana yang dulu pernah kutorehkan tinta roman.

Karena di depan benteng itu berdiri seorang serdadu yang terlihat sedang memuja angkara murka.

Aku tak yakin kalu dia serdadu yang setia.

Bias jadi dia seorang pengkhianat raja.


Aku tahu, aku tahu

Mengapa sang raja membangun benteng itu lebih tinggi setinggi kebenciannya padaku.

Karena di halaman istana itu terdapat sekuntum bunga yang sedang mekar.

Yang di tanam oleh sang raja.


Bandung, 2006

07 Mei 2009

AIR SEHARI

Mencuci tangan dari apa yang telah digenggam.

Berkumur dari susunan abjad yang tidak tepat.

Membasuh wajah dari peluh kesombongan.

Mencuci lengan dari apa yang diberikan.

Mengusap kepala dari apa yang telah dipikirkan.

Membersihkan telinga dari apa yang telah didengar dan terdengaar.

Dan membasuh kaki dari tempat-tempat yang telah disinggahi.


Bandung, 2007

Sehabis wudhu.

05 Mei 2009

JELAJAH DI MALL

Bagaimana kalau sore ini kita gaul yuk?
Tapi kali ini aku agak sariawan, bibir dan lidah ini perih rasanya kering tak berbuih
Tapi tidak apa-apa demi gaul kita berangkat saja
Lalu dengan apa kita kesana, mau pakai mobil yang mewah atau pakai motor kantor?
Terserah ! yang penting gaya.

Akhirnya kita sampai juga di pelataran mapan penuh dengan kekakuan ini.
Megah tapi price list itu sungguh membuat gerah.
Tapi kelihatannya masih sepi.
Aku juga yakin di dalam mall ini ada angin puting beliung yang siap merampas isi dompet siapa saja, namun lebih sopan karena mengucapkan terima kasih.
Tapi aku juga tetap berjaga-jaga.

Adu sial ! aku berpikir terlalu lama tentang mall dan eksistensinya yang mengalahkan makhluk cantik bernama flora ini.
Dan coba lihat lagi, tempat kongkownya sudah penuh oleh mudi-muda dengan dandanan merata.
Ya sudah kita jongkok saja di sebelah pojok.
Samar-samar aku mendengar obrolan dari kerumunan bibir-bibir bergincu berwarna merah mengkilat.
Tapi yang kudengar tidak jauh-jauh seputar gosip pria, cinta, harta dan belanja untuk gaya-gaya.
Jarang sekali kita mendengar mereka membicarakan tentang olah raga.

Lalu di sebelah tengah tempat kongkow itu
sekumpulan mahasiswa terlihat sedang asyik menggambar sekeliling mall.
Aku ternyata penasaran ingin melihatnya.
Dan aku cukup terkejut, mereka justru tidak menggambar plaza dan outlet-outlet yang sedang berpose sangat eksotik.
Tapi diantara mereka ada yang menggambar lapang sepak bola, hamparan pesawahan, pohon-pohon yang rindang, lengkap dengan beberapa satwa yang hampir punah.

sedang anteng-antengnya menikmati gambar sedikit demi sedikit butiran air hujan satu persatu dan lama kelamaan bersama teman-temannya.
Wah deras juga ya hingga menutupi pandanganku untuk terus memandangi sekitar tempat kongkow.
Tapi percuma tempat kongkow itu sudah kosong melompong dengan sekejap.
Ya sudah mumpung belum basah kuyup, kita akhiri saja jelajah kita dan kita pulang.
Eh, tapi masih ingat tidak kita motor kita yang mana?