Biasanya orang kalau merasa berat badannya sudah melampaui ambang batas, walaupun hanya beberapa kilo atau ons saja, akan ingat pada satu hal atau kegiatan yang harus segera dilakukan, mungkin bagi para perempuan menjalankan apa yang disebut dengan diet, bahkan ada istilahnya diet ketan mungkin hanya memakan ketan saja selama hidupnya dan diiringi dengan sedikit olahraga. Demikian juga dengan laki-laki untuk menjaga kondisinya paling hanya olahraga secara rutin atau teratur, ya salah satunya yang paling murah meriah adalah dengan lari pagi. Menurut sayah lari pagi juga sangat-sangat mudah, kita tinggal bangun saja di pagi hari kemudian jangan lupa juga cuci muka, gosok gigi kemudian ngopi dulu sebentar sambil pakai sepatu, terus kalau ada sms yang belum dibalas, diperbolehkan untuk membalasnya dahulu, dari pada nanti dicurigai sama pacar, terus berantem, dan berakhir dengan putus hubungan kerja, bahaya kan, tadinya mau lari pagi malah jadi sakit hati.
Nah, suatu waktu si sayah pernah merasakan berat badan yang agak bertambah beberapa kilo saja, walaupun sebenarnya teman-teman sayah yang sudah tidak bertemu beberapa tahun bilang kalau sayah tambah kurus dan tambah ganteng, tapi si sayah tidak menghiraukan perkataan mereka, mereka semua mah hanya pitnah, karena yang merasakan badan sayah bertambah berat atau tidak kan sayah sendiri. Ditambah lagi waktu itu si sayah sering atau kadang-kadang suka jatuh sakit tidak pupuguh. Bukannya manja, sedikit saja kehujanan besoknya sakit, sekali dua kali begadang besoknya langsung nambru, wah pokoknya ripuh lah.
Prihatin (mungkin) dengan keadaan si sayah yang seperti itu, teman sayah si Arnasan pernah bilang kalau sayah ini kurang malah tidak pernah olah raga, jadinya berat badan bertambah dan sering sakit. Lalu si Arnasan menyarankan kepada sayah untuk sering-sering berolahraga secara teratur, minimal lari pagi dan menyeimbangkan antara gaya hidup dan olahraga (maksud si Arnasan mah antara begadang dan olahraga, karena bagi si Arnasan mah begadang teh sudah menjadi gaya hidup). Dan tidak lupa Arnasan pun memberikan saran yang tidak kalah pentingnya yaitu menjaga pola makan sayah, agar pola makan sayah menggunakan pola 4-5-1. Tapi si sayah agak sedikit bingung dengan pola makan seperti itu, biasanya sayah menerapkan pola makan langsung menyerang pada pola makan sayah, yaitu dimana ada makanan langsung sayah serang.
“san pola makan 4-5-1 teh seperti apa?”
“ah masa kamu tidak tahu dun, itu empat sehat lima sempurna.”
“terus kalau yang satunya apa san?” Tanya sayah lagi.
“yang satunya mah maksudnya cukup satu piring saja dun.”
“oh, ngarti sekarang mah.”
Setelah berpanjang lebar memberikan sarannya kepada sayah, dan sayah pun akhirnya sadar, aduh benar juga apa yang dikatakan si Arnasan itu, selama ini sayah jarang sekali olahraga malah tidak pernah. Kalau tidak salah terkahir sayah olahraga itu pada saat kelas enam esde, terbayang betapa segala macam penyakit pasti bersarang di tubuh sayah ini, begitu juga dengan berat badan sayah. Pernah suatu waktu ceritanya sayah mau kemping ke Gunung Krakatau. Pada saat itu sayah membawa ransel yang cukup besar dengan isi yang sangat berat pula. Saat pergi dari rumah sayah iseng-iseng mampir dulu ke apotek sebelah rumah, maksudnya penasaran saja pengen timbang badan, saat masuk apotek itu tanpa basa basi lagi si sayah langsung menginjakkan kaki pada sebuah timbangan yang tersimpan di sebelah kanan dekat toilet dan di jajaran ruang tunggu apotek itu. Begitu menginjakkan kaki pada timbangan tersebut dan melihat jarum kiloannya, si sayah kaget bukan main melihat angka yang ditunjukkan jarum timbangan itu yang menunjukkan angka 120 kg, hah seberat itukah berat badan sayah? Kemudian sayah melihat dua orang perempuan karyawati apotek itu senyam-senyum lihat sayah yang sedang kaget melihat timbangan itu.
“lepasin dulu atuh a ransel nya.” Kata si karyawati apotek itu sambil senyam-senyum.
“aduuuh, iya maaf sayah lupa.”
Kemudian dengan setengah malu sayah pun langsung menyimpan ransel itu dilantai, dan kemudian sayah naik lagi pada timbangan tersebut, dengan percaya diri sayah pun yakin kalau sekarang saatnya melihat berat badan ideal sayah. Dan tanpa diduga ternyata berat badan sayah masih menunjukkan angka 120 kg! sayah tambah kaget lagi bukan main, dan sedikit tidak percaya kalau badan sayah seberat itu, dan sayah pun tertunduk lesu diatas timbangan aneh itu.
Saat sayah sedang meratapi berat badan sayah itu, tiba-tiba saja seseorang yang kelihatannya seperti kondektur bus yang baru saja membeli koyo bilang sama sayah kalau timbangan di apotek ini sudah rusak.
“kang gak usah sedih gitu atuh, timbangan disini mah memang rusak, masa setiap orang yang ditimbang disini berat badannya 120 kg, sayah juga sempat kaget berat badan sayah mencapai 120 kg, padahal badan sayah kan cukup gemuk.”
“oh, gitu kang!” jawab sayah kembali dengan wajah yang cerah ceria.
“iya.”
“ya sudah atuh kang terima kasih.” Kata sayah pada si akang kondektur itu.
Sedikit agak kesal, ternyata timbangan itu rusak maka sayah pun ingin mencari tahu dengan menanyakannya pada karyawati apotek itu.
“maaf teh, timbangannya rusak ya?”
“oh iya, aduh maaf ya a sayah lupa ngasih tahu kalau timbangannya sudah lama rusak.”
“oh gitu, ah si teteh mah suka bercanda ya, tadi nyuruh sayah nyimpen ransel dulu, nggak tahunya masih tetep aja 120 kg.”
“iya sekali lagi maaf ya a.”
“ya sudah nggak apa-apa ko, kalau gitu sayah beli mi instan lima, sama telurnya 1 kilo.”
Ditanya seperti itu, karyawati apotek itu malah ketawa tambah keras.
“kenapa teh?”
“ah si aa yang suka bercanda.”
“iya memangnya kenapa teh?”
“ya mana ada atuh di apotek mi instan sama telur.” Jawab si karyawati itu masih ketawa-ketawa.
“ aduh, maaf teh sayah juga lupa.” Dan sayah pun akhirnya tertawa sendiri.
*****
Pada akhirnya sayah pun berniat dalam hati walaupun masih belum bulat, untuk berolahraga minimal lari pagi satu minggu sekali. Tapi sayah pikir kalau lari sendirian mah kurang seru, maka sayah pun menghubungi teman-teman sayah seperti Endang, Dudih, Wawan, Edi, Karna, Yayat, Wati, Neni, Uyun dan masih banyak lagi untuk sama-sama olahraga.
Tapi sayangnya teman-teman yang sayah hubungi sudah punya kegiatannya masing-masing seperti Endang yang sudah punya jadwal rutin main golf, Dudih yang menjadi pelatih basket, Wawan yang sedang gemar main bisbol, Edi yang ikut karate dan kadang-kadang suka menjadi pelatih pencak silat, kemudian Karna yang suka olahraga mancing, dan Yayat yang jadi mandor di proyek pembangunan mol. Begitu juga dengan teman-teman sayah yang perempuannya Wati sibuk di lokasi shuting, Neni sudah jadi instruktur senam di kelurahan, dan Uyun adalah wanita karir yang super sibuk.
Ya sudah tidak apa-apa, harapan terakhir sayah adalah si Arnasan, teman setia sayah, dan dengan telepon genggam sayah pun segera menghubungi si Arnasan.
“halo san apa kabar?”
“halo juga dun, baik..baik.”
“san bagaimana kalau nanti minggu kita lari?”
“wah hayu…hayu dun, akhirnya kamu mau juga olahraga.”
“iya lah san, kalau tidak dipaksain sekarang kapan lagi.”
“ok lah kalau begitu dun, minggu pagi sayah mampir dulu kerumah kamu.”
Mendengar Arnasan bersedia untuk menemani sayah, si sayah dengan semangat mempersiapkan segalanya, mulai dari baju hingga sepatu khusus lari.
Hari yang ditunggu-tunggu pun sudah tiba, dan ini akan menjadi hari yang paling bersejarah buat sayah karena untuk pertama kalinya sayah kelapangan hijau, maksudnya kelintasan lari. Selepas sholat subuh sayah langsung berganti pakaian dengan pakaian bergaya sporti dan trendi penuh warna dan penuh cinta. Sambil menunggu si Arnasan datang dan hari juga masih rada gelap, sayah pun ngopi-ngopi dulu sebentar sambil baca-baca koran bekas, soalnya koran yang baru belum datang.
Tepat jam 6 teng, Arnasan tiba di kediaman sayah ketok-ketok pintu sambil memanggil-manggil sayah dengan keras.
“assalamualaikum, dun sudah siap!” teriak Arnasan dari luar rumah. Sayah pun segera membuka pintu dan mengajak si Arnasan masuk buat santai-santai dulu sambil ngopi dan ngobrol-ngobrol.
“waalaikum salam, eh san sudah…sudah siap sayah mah dari tadi juga, hayu atuh masuk dulu.”
“katanya mau lari dun, kalau gitu mah hayu atuh langsung saja kita berangkat sekarang.”
“sudah santai dulu san, masih dingin, kita ngopi dulu sambil ngobrol-ngobrol sebentar.”
“oh, ok lah kalau gitu.”
Maka kami berduan pun ngobrol panjang lebar dan apa yang dibicarakan pun tidak jelas kesana kemari tanpa judul dan tema. Sambil ditemani dua cangkir kopi dan sepiring kue bolu hangat buatan Bi Teti yang baru saja datang, Bi Teti adalah bibi sayah seorang pengusaha kue bolu yang sukses dan terkenal di daerah soreang.
Keasyikan ngobrol membuat kami berdua lupa dan tidak terasa jam menunjukkan sudah jam 08.10 begitu juga dengan kopi dan kue bolu yang sudah tidak bersisa, karena saking enaknya kue bolu buatan Bi Teti, sampai-sampai sayah lupa menyisakannya buat si ema’. Kemudian dengan sedikit tergesa-gesa sayah pun segera membereskannya, dan segera memakai sepatu.
“dun ini mah sudah terlalu siang atuh!”
“iya san, kita sih ngobrolnya kelamaan.”
“loh, kan kamu dun yang ngajak sayah buat ngobrol-ngobrol dulu.”
“oh gitu san, ya sudah kita langsung saja berangkat.”
Begitu sampai ditujuan, yang sayah dan Arnasan lihat, lintasan larinya sudah agak kosong, yang terlihat hanya tinggal beberapa orang saja, itu pun yang olahraga disana orang yang sudah tua-tua. Namun para pedagang makanan masih tampak banyak seperti bubur ayam khas Sukabumi, kupat tahu Singapura, lontong kari Pak Eman sampai nasi timbel Bu Ipah pun ada. Celakanya, begitu sampai sayah merasa lapar sekali bukan main, ditambah lagi dengan banyaknya pedangang makanan di tempat olahraga itu, semakin lapar lah sayah dan semakin tidak kuat lagi untuk menahannya, lalu si sayah pun mengajak Arnasan untuk sarapan dulu sebentar.
“san sebelum lari bagaimana kalau kita sarapan dulu, mendadak lapar nih.” Ajak sayah pada Arnasan.
“eh kamu mah gimana dun, masa mau lari sarapan dulu.”
“ya habis gimana atuh san, lapar pisan euy, kamu nggak kabita gitu san, tuh ada kupat, lontong, bubur ayam.”
“ya sudah sayah temenin dulu kamu sarapan.” Jawab Arnasan seperti agak kesal.
“tapi kamu juga ikut sarapan ya.”
“ya sudah sayah ikut sarapan.”
Kami berdua pun memilih-milih makanan yang benar-benar cocok untuk sarapan, maksudnya cocok juga dengan uang yang kami bawa, karena secara tidak sengaja sayah dan si Arnasan cuma bawa uang lima ribu. Dan setelah sekian lama memilih-milih akhirnya pilihan kami jatuh pada bubur ayam khas Sukabumi, dan tanpa pikir panjang lagi kami berdua pun langsung memesan dua porsi bubur ayam yang biasa saja, cuma dua ribu lima ratus, kembaliannya untuk ongkos pulang, karena kebetulan motor Arnasan sedang di bengkel jadi kami berdua harus naik angkot.
“waaah nikmat juga ya san, pagi-pagi sudah sarapan bubur.”
“iya dun nikmat pisan, kapan-kapan mah nanti kita kesini lagi, bagaimana?” ajak Arnasana pada sayah.
“gampang san, kalau ada uangnya, sekali-sekali mah kita nyobain kupat tahu, lontong kari, sama nasi timbelnya.”
“ah betul juga dun.”
Karena sudah merasa kenyang, maka kami berdua pun pulang kembali kerumah masing-masing dengan perasaan bahagia karena sudah merasakan nikmatnya Bubur Khas Sukabumi untuk yang pertama kalinya.