22 November 2010

BUKA

Dulu adalah dimana penuh dengan lika-liku, pasang surut kebahagiaan dan keceriaan di antara kita, adalah yang paling indah. Saat pertama aku hadir dan menyapa, kita sudah sama-sama berjalan beriringan saling bersenandung, bernyanyi dan berdendang, tertawa lepas menghibur menghilangkan duka, karena bisa hadir dimana-mana menyusup ke dalam setiap telinga dan menyelinap ke dalam hati, semua itu seolah-olah kita anggap akan menjadi lama dan perjalanannya mungkin saja panjang dalam ruang kebersamaan dimana yang terdengar saat pagi tak pernah sepi dan malam tak pernah padam. Tempat kita berlari begitu luas, dan hampir setiap akhir pekan kita berjumpa, kau membawa cerita sedangkan aku memberi nada-nada yang sungguh tidak terpaksa – dan ternyata hari adalah indah, karena kita masih satu rasa dalam gerak dan pikiran, dimana jika direnungkan perjalanannya cukup panjang, namun tanpa terasa lelah. Setiap jejaknya meninggalkan kesan yang dalam dan bermakna, hingga yang terjadi diantara kita adalah rindu yang menggebu.

Semua itu adalah dulu, dimana kita kadang ingin saat ini merasa sama dengan dahulu, tapi kita ingat dan sadar pada waktu dan arah angin – waktu yang terus menghapus masa lalu dan arah angin yang mengubah langkah kita. Kini kita memang harus bersatu walaupun dengan raut wajah dan nada bicara yang berbeda, akan tetapi setelah sekian lama yang terlupakan itu masihkah kita berada dijalan yang sama? Jika ya, mungkin hanya sedikit bergeser saja, dan jika tidak maka kita biarkan saja seperti warna-warni bunga yang ternyata masih bisa berdampingan, karena kita tidak bisa pungkiri bahwa kita tidak sendiri.

Segalanya telah tertancap dalam benak kita. Kita genggam semua kenangan dengan erat dan kuat hingga tidak akan pernah terlepas walau sehelai. Tak ada yang pernah tertutup dan saling bersembunyi, mata dan hati saling terbuka sehingga tak ada nada yang bernama curiga, maka langkah kita menjadi ringan dengan selalu lepas tertawa. Semua itu begitu sedikit dari setiap bagian langkah kita yang begitu banyak untuk di kisahkan, hingga mungkin kita lelah untuk menceritakannya. Namun semua itu telah kita dapat dan rasakan dengan banyak gambaran-gambaran tentang keindahan dan semua telah kita simpan dalam segala suasana yang kita jamin semua itu takkan pernah hilang dan terlupakan, semuanya tidak bisa kita pungkiri bahwa kita tidak sendiri.

Jika terlalu lama maka bayangkanlah semuanya akan kembali menjadi nyata. Waktu memang seperti sekejap mata sekalipun kita menjalani hari dengan tidak tergesa-gesa. Adakalanya kita berharap ketika terpisah, ingin kembali berpegangan tangan dengan erat, namun selalu terpisah oleh sebuah alasan dari setiap akal yang dimengerti tapi kadang tidak dipahami, kita hanya membekali dengan dengan janji, maka semakin lama adalah semakin ragu dan kaku. Datanglah, dan kita akan selalu terbuka menerima segala pikiran dan cerita-cerita lama agar kita kembali ceria dan tak ada lagi segala tanda tanya di dalam benak dan kepala. Kita akan berada dalam satu naungan pemikiran, walaupun begitu banyak tujuan yang terkadang liar dan penuh ancaman. Lekas kita menari dan bernyanyi kembali mengisi hari-hari dengan hati agar tidak ada lagi sunyi. Dan itu yang seharusnya kita sama-sama jangkau lebih luas lagi, meskipun jika terasa jauh kita akan tetap terbuka, hanya berbeda dari jaraknya saja. Lambat laun akhirnya kita pun merasakan kehangatan yang sempat padam dan tersiram oleh tetesan air hujan waktu. Maka cepatlah datang, kita akan terus selalu terbuka dan raihlah segala keterbukaan tangan…

NYALA

Jauh dimana waktu kaki melangkah, tak jarang ada bagian dalam jalur hidup ketika langit terasa terus menerus berwarna hitam, semu bukan keinginan, semu adalah jalan. Tak pernah berhenti terus mencari titik dimana keberadaan awan yang putih dan lembut, yakin bahwa itu bukanlah semu yang selalu membuat ragu, terbangkan pikiran sejauh-jauhnya hingga pasti menemui yang sedang tersembunyi, menunggu hingga terpanggil oleh suara-suara yang tak bergetar. Pertemuan dengan perih selalu menyapa ketenangan hati, membuai dan terlena dibuatnya hingga mata terpejam melihat hitam. Dalam mimpi memaknai jatuh demi jatuh, pada rangkaian langkah-langkah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Memikirkan adakah cahaya disana, di tempat yang berlainan arah? Jawabannya adalah membisu. Tapi jika saja dapat kembali kearah yang dianggap suram, maka sudahlah terasa rasanya seperti apa. Tetapkan agar percaya bahwa terang akan segera datang dan disaat yang tidak pernah terduga sebelumnya oleh aura panca indera.

Langit diatas sana selalu menyala, menerangi yang tegak berdiri menghirup hembusan keinginan untuk keluar dari kubah yang menutup rapat setiap catatan perjalanan. Tanah tempat berpijak tidak selamanya bungkam, ketika basah tersirami oleh air hujan, akar-akar begitu bahagia, dan ketika disinari sinar matahari segalanya seperti terasa hangat, langit begitu dekat karena terlihat, burung-burung saling bersahutan melayang membawa kutipan sepatah kata dari kumpulan awan dan segenap alam untuk untuk dihantarkan pada malaikat yang berada diatas bumi yang sedang tersenyum lepas.

Semua telah mempercayaiku, walalu mereka terkadang merasa sulit, yang terasa adalah hujaman dan tikaman dari perkataan dan sumpah serapah melilit raga. Tapi biarlah aku mengurung benci, karena tanah sudah mempersilahkanku dengan luas untuk melangkah dengan sederhana, karena anginpun menunjukkan arah padaku dengan hembusannya yang terbuka lepas, lepas…aku harus segera lepaskan sebuah jangkar raksasa di pundakku, dimana karatnya berceceran menahan laju agar aku tetap berdiam diri menunggu dijilati api penghancur mimpi dan harapan. Sekalipun rapuh aku takkan menelan ludah, agar tubuh ini dengan perlahan-lahan dapat merasakan keyakinan yang bertambah yang setetes demi stetes mengendap pada celah-celah kecil dalam tubuhku, sehingga ketika telah terkumpul dapat memancarkan dunia baru yang bias lebih kumengerti dan kupahami. Dan aku percaya pada semua bahwa waktu akan mengantarkan pada saatnya yang akan tiba, dan pada waktunya nanti yang kulihat adalah nyala, terang benderang lalu semua akan beterbangan.

Nyala panas yang membelenggu, membakar tapak jejak yang telah membuat semua bertambah suram. Gerah menjadi perangkap untukku tetap menerima uap dari bara pembuat dan pencipta luka. Menunggu hujan untuk segera turun adalah mungkin dan tidak mungkin. Aku hanya bias berdiri, wajah menengadah tanpa suara diantara riak-riak fatamorgana yang tampak bergelombang. Mata semakin kuat terpejam, namun tubuh terasa lunglai oleh desakan berbagai macam aroma uap tanah yang semakin memanas, aku hanya bisa menahan dan menunggu sekawanan pelari tanpa suara yang bergerak cepat mengelilingi pikiran-pikiran penuh dengan tanda tanya. Karenanya kata-kata adalah sebuah harap dan yang selanjutnya adalah kenyataan yang benar. Keringatku mulai luluh lantak berjatuhan tanda panas dan gerah telah mengalah pada hembusan angin yang berselancar mengarah ke berbagai arah, perlahan-lahan mendinginkan beribu-ribu rasa kecewa yang telah tertanam dalam asa.

Pertanyaanku kali ini, adakah tempat yang lebih luas untukku merenung, memikirkan berbagai rencana yang penuh cita-cita, adakah lapang yang lebih luas untuk berlari, untuk meninggalkan segala beban serpihan kecewa. Dan akhirnya ketika daratan dan lautan telah sesak oleh kenyataan, maka dimanakah kita akan berpijak, berteriak dan terus melangkah ke depan, memandang segala kemungkinan yang belum tampak namun pasti dan tanpa ada segala ingatan lama untuk ikut terbawa kembali yang dapat mematahkan segala asa.

16 November 2010

Mal2

Bandung Indah Plaza....

Mal


Cihampelas Walk, Bandung.