10 Desember 2009

MENCARI BENAR

Inilah mungkin yang sudah tertulis di negeriku

Palsu dan salah.

Merajalela menjerat menikam kebenaran.

Dicari masih tetap gelap.

Terbukti malah senang terbahak-bahak.

Kuasa ada pada tangan-tangan berlembar hingga lembaran itupun hilang.

Dicari seperti jarum dalam jerami.

Terbukti saling menyalahkan silih berganti.

Pencuri asyik berlari-lari.

Kita marah disini tidak berarti.

Mata kita sudah lelah melihat.

Telinga kita sudah lesu mendengar.

Air kebenaran segeralah tersiram dibumi ini.

Agar segala amarah, kemunkaran dapat padam dan mati terkubur hingga lapisan bumi yang paling dalam bersama akar-akar kejahatan pengikutnya.



07 Desember 2009

GITAR SAMUN

Setiap aku menatap gitar yang tergantung dikamarku dan kemudian memainkannya, aku selalu langsung teringat pada pemberi gitar itu, dia tidak lain sehabatku yang paling pemberani – berani bersuara lantang, Samun. Tapi sayang Samun kini telah tiada. Samun dulu tinggal persis dibelakang rumahku, sejak dari seolah dasar hingga lulus SMU kami selalu satu sekolah, pergi dan pulang bersama, main bola dan main layang-layang bersama. Namun saat memasuki bangku SMU Samun mulai menampakkan pikiran-pikiran kritisnya, aku pun cukup kagum pada Samun, karena kemampuannya mengemukakan pendapat-pendapatnya setiap kali diadakan diskusi di kelas, tapi aku tidak heran karena Samun senang sekali membaca buku dan Koran, sedangkan aku dan teman-teman sebayanya masih senang bermain-main dan malas sekali membaca, itulah mengapa Samun sedikit lebih mengetahui perkembangan sekitarnya. Beberapa kali ia pun dicalonkan untuk menjadi ketua OSIS, tapi Samun selalu menolaknya tanpa alasan yang jelas, bahkan ia pun sering menyanggah materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, terutama pelajaran PPKn.

Selepas SMU, bapak Samun yang bekerja sebagai sopir truk, meninggal dunia setelah terjadi kecelakaan di Jalur Pantura, saat itu Samun merasa kehidupannya semakin berat, karena satu-satunya orang yang membiayai sekolahnya dan keluarganya yaitu bapaknya, apalagi ibu samun yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, kadang menjadi buruh cuci pakaian atau bekerja serabutan lainnya, tapi masih beruntung Samun adalah anak satu-satunya , jadi Samun tidak terlalu dipusingkan untuk membiayai seorang atau dua orang adik, tapi tetap saja Samun mempunyai tanggung jawab untuk tetap membahagiakan ibunya dan juga mempunyai kewajiban untuk terus melanjutkan hidupnya.

Suatu waktu Samun pernah bercerita padaku kalau dia tidak akan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

‘san sepertinya kita tidak bisa sama-sama lagi.” Ucap Samun padaku.

“kamu mungkin tahu sendiri keadaanku setelah bapakku meninggal.” Lanjutnya lagi.

“lalu rencana kamu kedepan apa sam?”

“bukannya kamu dapat beasiswa untuk kuliah?”

“bukannya aku menolak san, tapi sepertinya kalau aku tetap kuliah, aku tidak akan konsentrasi, karena memikirkan ibuku, ya aku juga belum tahu renacanaku kedepan seperti apa mungkin bekerja, kuli atau apa sajalah asal dapat membantu ibuku.”

Percakapan dengan dibelakang rumah Samun itu benar-benar membuatku sedikit menahan nafas, merasa bersedih dengan keadaan yang harus Samun hadapai, tapi apa daya aku pun hanya bisa memberinya dukungan secara moril, keadaanku yang juga susah membuatku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu sahabatku itu, aku pun kuliah karena keinginan bapakku walaupun harus meminjam uang sana-sini.

Selanjutnya yang aku tahu kemudian Samun memilih jalan hidup sebagai pengamen, tapi hal ini sudah aku duga sebelumnya, sebab yang aku tahu Samun tidak suka bekerja dikantor-kantor, dengan sifatnya yang berontak, Samun tidak begitu suka dengan hal-hal yang mengakang, salah-salah berargumen dengan atasannya kemungkinan terbesarnya Samun bisa saja dipecat, itulah mengapa aku memaklumi keputusan Samun untuk mengamen, mungkin ia bisa lebih bebas bersuara, mengkritik keadaan-keadaan di sekitarnya yang dinilainya timpang dan tidak adil. Kesukannya pada lagu-lagu Iwan Fals mungkin salah satu yang menginspirasinya.

Namun lambat laun aku dan samun pun masih bisa bersama-sama, walalupun tidak didalam kelas. Setiap pagi sambil membawa gitarnya dengan semangat selalu datang kerumahku, dengan maksud untuk mengejarku pergi bersama-sama, jadwal kuliahku setiap hari yang selalu pagi membuatku tidak bisa menolak ajakannya, walaupun hanya didalam bis kota. Meskipun baru pertama kali mengamen, apa ladi didalam bis kota yang selalu penuh dengan penumpang Samun tampak sudah tidak malu-malu dan tidak gemetar mengahadapi “audiens” nya tampak seperti seorang pengamen yang sudah sekian tahun menjalani profesinya. Lagu demi lagu dari Iwan Fals ia lantunkan dengan sempurna dan hamper tanpa cela, membuat orang-orang yang berada didalam bis kota yang aku lihat cukup kagum pada Samun dan tidak segan memberikan recehannya.

Memasuki tingkat II, jadwal kuliahku agak sedikit longgar, paling dalam seminggu tiga sampai empat kali kuliah dan itupun tidak setiap hari, untuk mengisi hari kosongku, aku memutuskan untuk menemui Samun mengamen, maksudku sambil sekalian ingin mengatahui bagaimana rasanya menjadi pengamen, dan hal itu tidak menjadi masalah bagi Samun, malah Samun senang dengan keinginanku untuk menemaninya. Pada perjalanannya Samun pun mulai dikenal dikalangan para penumpung bis kota, kemudian Samun pun mengekspenasi daerah operasinya dari semula hanya dari bis ke bis, kini Samun mulai memasuki gerbong kereta api kelas ekonomi yang selalu berdesakkan dan bertumpuk hingga atap kereta, karena menurut Samun pula, mengamen di dalam kereta itu memberikan tantangan tersendiri, yaitu bagaimana caranya kita bermain gitar ditengah-tengah penumpang yang cukup padat dan berkeringat pula.

Lama-kelamaan aku seringkali merasa bosan dengan lagu-lagu yang dibawakan oleh Samun aku coba memberinya masukan agar ia mulai menciptakan lagu-lagu, siapa tahu penumpang bis atau kereta yang sering melihat dan mendengarnya merasa bosan sama halnya denganku. Dan baru kali ini Samun menyetujui pemikiranku tanpa menginterupsinya. Kemudian kreatifitas Samun ternyata benar-benar membuatku terkejut sekaligus kagum, bayangkan saja kurang dari sebulan Samun sudah menciptakan sepuluh lagu, dan aku yang pertama mendengarkan lagu-lagunya. Luar biasa kepekaan Samun ternyata semakin terasah pikirku, terbukti dari lirik-lirik nya yang sama sekali tidak puitis namun tegas penuh dengan kritik tajam dan sesekali pedas. Aku pun sudah membayangkan kalau Samun tidak akan membuat lagu-lagu bertema cinta, selingkuh, patah hati dan lain sebagainya, semuanya benar-benar mewakili jeritan suara rakyat jelata. Kemudian Samun mulai menyelipkan satu dua lagu miliknya disetiap kali ia mengamen, dan ternyata para penumpang yang tidak sengaja mendengarkan merespon lagu-lagu karya Samun itu, bahkan tidak jarang meminta Samun untuk menyanyikannya lagi, aku pun bangga pada Samun.

Rasa banggaku pada Samun bukan hanya disitu saja, Samun yang semakin dikenal karena lagu-lagunya yang kritis tidak pelak menjadi perhatian beberapa media ceta hingga pada suatu waktu profil Samun pun dimuat di sebuah media cetak dengan judul “Samun Pengamen Pedas” , atas dasar pemuatan Samun di media cetak, Samun kemudian agak sedikit “sibuk”, ia sering diminta untuk mengisi acara pada acara-acara diskusi seni, budaya dan bahkan politik, dan tentunya semakin produktif menciptakan lagu-lagu. Semakin digemarinya lagu-lagu Samun, tidak sedikit orang yang menyukainya dan membencinya, terutama kalangan politisi dan para pejabat yang selalu menjadi bahan baku dalam lirik-lirik lagunya. Ada yang senang dan ada yang merasa gerah, ada yang memuji dan ada yang kupingnya memerah panas, begitulah. Tapi Samun tidak lantas meninggalkan dunia bis kota dan kereta api dan tetap menganggap dirinya sebagai orang biasa yang masih terus berjuang dalam menjalani hidup, hingga akhirnya ia pun merasakan segala ketidak nyamanan dalam hidupnya, ancaman, intimidasi menjadi sebuah resiko yang harus dia terima. Tapi Samun tidak pernah gentar dengan semua itu, ia masih terus bersuara dari hati dan jiwanya.

Seringkali Samun bercerita padaku, setiap kali pulang mengamen, kalau dia beberapa kali mendapat ancaman dari orang-orang yang tidak dikenal dan entah suruhan siapa, baik itu di bis kota maupun di kereta, aku pun sering menyarankan pada Samun sebaiknya berhenti dulu mengamen untuk beberapa waktu hingga keadaanya membaik.

“tidak san, aku tidak pernah berhenti melawan kebusukan, kebobrokan dan segala kemunafikan.”

Sebagai sahabat yang sudah mengathui jalan pikirannya, aku pun hanya bisa mendukungnya dan itulah mungkin jawaban terakhir dari suara Suman yang pernah aku dengar, hingga sampailah pada peristiwa yang sangat memilukanku dan terutama bagi ibunya yang sangat terpukul atas apa yang terjadi pada Samun. Samun ditemukan meninggal sambil memegang gitarnya ditengah-tengah semak dekat lintasa kereta, setelah sebelumnya ditemukan oleh seorang pemuda yang juga seorang penggemar Samun, sontak saja kejadian ini segera menjadi sebuah berita besar dan banyak mendapat simpati dari berbagai kalangan terutama para seniman, ibu Samun pun mengizinkan kepada pihak kepolisian untuk menyelidiki sebab-sebab kematian Samun.

Dan hasilnya cukup mengejutkan aku dan mungkin banyak orang – Samun meninggal karena diracun, itu terbukti dari sisa-sisa makanan yang terkahir kali Samun santap mengandung racun mematikan nomor satu. Peristiwa ini benar-benar meninggalkan tanda Tanya besar bagiku dan mungkin bagi siapapun yang menyayangi Samun, terutama bagi ibunya, ia hanya bisa mengikhslaskan kepergian anaknya, karena sebagai orang kecil menuntut seseorang adalah hal yang mustahil lagi pula ibu samun akan menuntut siapa? Harta benda, termasuk uang pun tidak punya untuk membayar pengacara, pelakunya pun tidak pernah ditemuakn, mungkin mereka sedang tertawa terbahak-bahak, tertawa kencang bahagia karena sudah tak ada lagi yang bersuara lantang.

Suatu hari ibu Samun mendatangi rumahku sambil membawa gitar milik anaknya.

“nak harsan, kedatangan ibu kesini hanya ingin menyampaikan amanat dari anak ibu.”

“a..amanat apa bu?!”

“sebelum kepergiannya, samun pernah bercerita pada ibu, katanya kalau dia sukses nanti, dia ingin memberikan gitar ini pada nak harsan, jadi ibu harap nak harsan mau menerimanya.”

Aku semakin terharu dan sedih mendengar cerita dari ibu Samun itu, aku tidak menyangka kalau Samun begitu baik pada sahabatnya.

“baiklah bu kalau begitu saya terima gitar ini, saya akan jaga dan rawat dengan baik.”

“terima kasih nak harsan, kalau begitu ibu pamit dulu” Ibu samun dengan segera dari rumahku.

“iya baik bu.”

Sejenak aku memperhatikan gitar kesayangan Samun itu dan kemudian hatiku berbicara

“baiklah sam, sahabatku jasadmu memang telah tiada, tapi semangat dan keberanianmu tidak pernah mati, jika perlu aku yang akan melanjutkan suaramu lebih lantang dan lebih keras, karena aku tahu kau titipkan gitar ini padaku, agar aku meneruskan perjuanganmu.”

HUKUM ALTERNATIF

Jika seseorang mempunyai penyakit dan ingin menyambuhkannya, maka langkah pertama yang dilakukannya adalah memeriksakan penyakitnya itu kepada dokter baik langsung dating ke rumah sakit atau dokter-dokter spesialis yang membuka praktik. Setelah melalui tahapan pemeriksaan atau mendiagnosa suatu penyakit, maka dokter pun akan menyarankan kepada si pasien langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mengobati penyakitnya, entah itu hanya memberikan resep obat, apakah harus dirawat inap atau rawat jalan dan lain sebagainya. Namun ketika si pasien menjalani segala apa yang disarankan oleh dokter, dan merasa penyakit yang dideritanya tidak ada kemajuan yang berarti dalam arti tidak menemukan kesembuhan, lantas apa yang terjadi adalah rasa ketidak puasan pada system pengobatan secara medis.

Seiring dengan tumbuh kembangnya pengobatan-pengobatan alternative yang menawarkan berbagai macam menu-menu penyakit yang dapat disembuhkan lengkap dengan berbagai macam metode penyembuhannya, mulai dari yang berbau magis hingga yang tradisional. Kemudian hal ini menjadi semacam “pelarian” bagi yang merasa tidak puas dengan pengobatan medis.

Ilustrasi diatas sedikit memberikan gambaran tentang realita hokum kita dan apa yang terjadi pada sebagian masyarakat kita. Seperti kita tahu gonjang-ganjing masalah hukum yang sedang terjadi dinegeri ini tengah disimak oleh semua lapisan masyarakat, terutama pada beberapa kasus yang sedang hangat dan banyak dibicarakan saat ini, masalah hukum yang sempat memanas yaitu perseteruan antara KPK dan Polri, pada dasarnya yang menyebabkan kakacau balauannya adalah masalah korupsi dan suap menyuap. Kita mungkin sempat mendengarkan sebuah bukti rekaman hasil sadapan KPK, betapa uang itu membuktikan bukan hanya dapat mempermainkan tapi juga dapat mengatur segalanya. Hukum dengan mudah dapat diputarbalikkan faktanya, lalu hukum pun menjadi abu-abu, nampak samar dan dengan mudah diinjak.

Kemudian masalah hukum menganai pembunuhan seorang pimpinan sebuah perusahaan BUMN yang juga masih belum menemui titik terang, dan yang tidak kalah menariknya adalah mengenai skandal bank Century hingga hak angket DPR pun beraksi, namun hukum keduanya masih buntu. Dengan kenyataan seperti ini lantas penulis membayangkan jika perasaan marah, kecewa, geram, muak dan mungkin masih banyak lagi perasaan-perasaan lainnya yang pernah menghinggapi kita atas kebenaran dan keadilan yang ditikam, ditambah lagi dengan beigut mudahnya seseorang dijebloskan ke dalam penjara hanya karena “mencari” (memungut, itupun menurut pengakuan pelaku meminta ijin terlebih dahulu) tiga buah biji kakao, itu pun untuk dijadikan bibit. Sementara para pengeruk uang (yang tentunya untuk keperluan perutnya sendiri) yang juga penyebab banyaknya kemiskinan di negeri ini jarang sekali mendapat hukuman yang benar-benar telak dan diproses dengan cepat, maka jika ingin mencuri, mencurilah seperti Robinhood.

Seperti yang sudah diilustrasikan seorang pasien yang tidak puas atas pengobatan medis dan mencari alternative pengobatan maka sebagian masyarakat kita yang merasa tidak puas pada hukum yang ada, merefleksikan rasa ketidak puasannya pada hukum yang alternative (salah satunya hukum jalanan). Seperti pernah penulis saksikan di televisi, beberapa orang warga disuastu daerah mengejar sebuah mobil yang sebelumnya melakukan tabrak lari, warga tersebut dengan menggunakan beberapa motor, akhirnya mobil itupun dapat dihentikan setelah sebulnya terjadi aksi kejar-kejaran, dan tanpa tedeng aling-aling lagi sopir mobil itu pun menjadi bulan-bulanan warga yang mengejar, pukulan demi pukulan dilayangkan tanpa henti pada sopir itu, hal itu dilakukan mungkin saja demi segera tegaknya keadilan, karena memang sopir itu sudah bersalah. Dalam hukum pun seharusnya demikian, yang salah adalah salah, dan bersalah. Terbayang jika para koruptor yang tertangkap dan hukumnya diserahkan kepada massa. Maka hendaknyalah hukum tidak bisa ditundukkan dan dipermainkan oleh siapapun dan oleh apapun termasuk uang, maka ketika uang sudah dapat mengendalikan semua lini kehidupan, jangan biarkan sila pertama Pancasila berubah menjadi “keuangan yang maha kuasa”, semoga dengan adanya hari anti korupsi sedunia menjadi tonggak pemberantasan segala macam bentuk korupsi hingga ke akar-akarnya secara merata dan tanpa kompromi, termasuk pemberantasan para mafia peradilan dan para makelar kasus (markus).

SETIAP HARI ADALAH MUSIK

Ya disadari atau tidak, dalam keseharian kita tidak pernah lepas dari yang namanya musik. Terlepas dari apakah seseorang itu menyukai musik atau tidak. Tapi setidaknya keinginan untuk mendengarkan atau untuk membicarakannya tidak dapat dihindari. Lihat saja, seorang sopir taksi untuk membunuh rasa bosannya, dengan sengaja membuka pintu mobilnya kemudian memutar musik dari tape mobilnya, mahasiswa dan mahasiswi di biskota sering terlihat telinganya terpasang earphone dari gadget-gadget pemutar musik ataupun dari handphone, sebuah flashdisk pun disamping berisi file data-data seringkali terselip beberapa folder musik dan masih banyak lagi yang sering kita jumpai, bahkan penulispun mengakui ketika bertemu dengan seorang teman apa yang penulis bicarakan selalu terselip pembicaraan tentang musik dan itupun sambil diiringi dengan musik, dan sepertinya memang tidak bisa dihindari.

Mungkin, musik sudah menjadi bagian hidup banyak orang dan rasa-rasanya belum pernah saya mendengar seseorang dalam hidupnya sama sekali tidak pernah mendengarkan musik, karena musik itu unik dan sebenarnya, benar-benar tidak pernah kita lihat bentuk dari musik itu sendiri selain mendengarkannya. Dari sisi pelakunya ya memang terlihat seperti adanya grup band atau seorang penyanyi, tapi bagaimanapun audio visual tidak dapat dipisahkan. Musik juga diakui atai tidak disamping buku dan film, pengaruh musik pada emosi seseorang lebih mengena. Hal itu penulis rasakan saat menulis tulisan ini sambil mendengarkan musik dan tidak jarang musik cadas dan gahar menjadi penganatar pembakar adrenalin, hingga musik shoegaze pun sering menemani kesendirian saya (jadi curhat gini ya :p).

Btw, musik tidak akan habis dan tidak akan pernah habis, akan terus mewarnai hari-hari kita terlepas dari segala hal-hal yang selalu menyertainya dan selalu menjadi polemic didalamny, perbedaan genre, kualitas, orisinalitas hingga plagiat. Musik selama ada yang berkarya aka nada pula yang mendengar, jadi sudah siap untuk mendengarkan musik ?!!