07 Desember 2009

HUKUM ALTERNATIF

Jika seseorang mempunyai penyakit dan ingin menyambuhkannya, maka langkah pertama yang dilakukannya adalah memeriksakan penyakitnya itu kepada dokter baik langsung dating ke rumah sakit atau dokter-dokter spesialis yang membuka praktik. Setelah melalui tahapan pemeriksaan atau mendiagnosa suatu penyakit, maka dokter pun akan menyarankan kepada si pasien langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mengobati penyakitnya, entah itu hanya memberikan resep obat, apakah harus dirawat inap atau rawat jalan dan lain sebagainya. Namun ketika si pasien menjalani segala apa yang disarankan oleh dokter, dan merasa penyakit yang dideritanya tidak ada kemajuan yang berarti dalam arti tidak menemukan kesembuhan, lantas apa yang terjadi adalah rasa ketidak puasan pada system pengobatan secara medis.

Seiring dengan tumbuh kembangnya pengobatan-pengobatan alternative yang menawarkan berbagai macam menu-menu penyakit yang dapat disembuhkan lengkap dengan berbagai macam metode penyembuhannya, mulai dari yang berbau magis hingga yang tradisional. Kemudian hal ini menjadi semacam “pelarian” bagi yang merasa tidak puas dengan pengobatan medis.

Ilustrasi diatas sedikit memberikan gambaran tentang realita hokum kita dan apa yang terjadi pada sebagian masyarakat kita. Seperti kita tahu gonjang-ganjing masalah hukum yang sedang terjadi dinegeri ini tengah disimak oleh semua lapisan masyarakat, terutama pada beberapa kasus yang sedang hangat dan banyak dibicarakan saat ini, masalah hukum yang sempat memanas yaitu perseteruan antara KPK dan Polri, pada dasarnya yang menyebabkan kakacau balauannya adalah masalah korupsi dan suap menyuap. Kita mungkin sempat mendengarkan sebuah bukti rekaman hasil sadapan KPK, betapa uang itu membuktikan bukan hanya dapat mempermainkan tapi juga dapat mengatur segalanya. Hukum dengan mudah dapat diputarbalikkan faktanya, lalu hukum pun menjadi abu-abu, nampak samar dan dengan mudah diinjak.

Kemudian masalah hukum menganai pembunuhan seorang pimpinan sebuah perusahaan BUMN yang juga masih belum menemui titik terang, dan yang tidak kalah menariknya adalah mengenai skandal bank Century hingga hak angket DPR pun beraksi, namun hukum keduanya masih buntu. Dengan kenyataan seperti ini lantas penulis membayangkan jika perasaan marah, kecewa, geram, muak dan mungkin masih banyak lagi perasaan-perasaan lainnya yang pernah menghinggapi kita atas kebenaran dan keadilan yang ditikam, ditambah lagi dengan beigut mudahnya seseorang dijebloskan ke dalam penjara hanya karena “mencari” (memungut, itupun menurut pengakuan pelaku meminta ijin terlebih dahulu) tiga buah biji kakao, itu pun untuk dijadikan bibit. Sementara para pengeruk uang (yang tentunya untuk keperluan perutnya sendiri) yang juga penyebab banyaknya kemiskinan di negeri ini jarang sekali mendapat hukuman yang benar-benar telak dan diproses dengan cepat, maka jika ingin mencuri, mencurilah seperti Robinhood.

Seperti yang sudah diilustrasikan seorang pasien yang tidak puas atas pengobatan medis dan mencari alternative pengobatan maka sebagian masyarakat kita yang merasa tidak puas pada hukum yang ada, merefleksikan rasa ketidak puasannya pada hukum yang alternative (salah satunya hukum jalanan). Seperti pernah penulis saksikan di televisi, beberapa orang warga disuastu daerah mengejar sebuah mobil yang sebelumnya melakukan tabrak lari, warga tersebut dengan menggunakan beberapa motor, akhirnya mobil itupun dapat dihentikan setelah sebulnya terjadi aksi kejar-kejaran, dan tanpa tedeng aling-aling lagi sopir mobil itu pun menjadi bulan-bulanan warga yang mengejar, pukulan demi pukulan dilayangkan tanpa henti pada sopir itu, hal itu dilakukan mungkin saja demi segera tegaknya keadilan, karena memang sopir itu sudah bersalah. Dalam hukum pun seharusnya demikian, yang salah adalah salah, dan bersalah. Terbayang jika para koruptor yang tertangkap dan hukumnya diserahkan kepada massa. Maka hendaknyalah hukum tidak bisa ditundukkan dan dipermainkan oleh siapapun dan oleh apapun termasuk uang, maka ketika uang sudah dapat mengendalikan semua lini kehidupan, jangan biarkan sila pertama Pancasila berubah menjadi “keuangan yang maha kuasa”, semoga dengan adanya hari anti korupsi sedunia menjadi tonggak pemberantasan segala macam bentuk korupsi hingga ke akar-akarnya secara merata dan tanpa kompromi, termasuk pemberantasan para mafia peradilan dan para makelar kasus (markus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar