04 Januari 2011

PAYUNG DADANG

Liburan sekolah tengah Dadang nikmati untuk dua minggu kedepan, dan disaat liburannya itu pula setidaknya Dadang bisa melupakan kesibukannya disekolah yang kadang-kadang selalu membuatnya merasa untuk menyerah. Tapi Dadang bukanlah seorang anak yang mudah menyerah begitu saja, dan bukanlah anak yang tidak tahu diri, ada beberapa poin penting yang ada dalam diri Dadang, diantaranya ia adalah anak yang rajin, tidak pernah mengeluh dan sama sekali tidak malu atau gengsi jika melakukan suatu hal yang terkadang oleh teman-teman sebayanya apa yang Dadang kerjakan itu adalah hal yang sangat memalukan. Namun semua itu tidak Dadang pedulikan, yang Dadang pedulikan dan sayangi adalah kedua orang tuanya dan juga kedua adiknya. Dalam keadaanya yang serba terbatas justru Dadang tidak pernah membuat pusing kedua orang tuanya dengan meminta ini dan itu, dan kedua orang tuanya pun sepertinya merasa senang dan bersyukur mempunyai anak seperti Dadang, mulai dari makan, pakaian dan apapun yang menjadi kebutuhannya, Dadang sama sekali tidak dibuat pusing. Meskipun masih bergelar kelas enam sekolah dasar, tapi Dadang setidaknya sudah menjadi manusia sebenarnya dengan mempunyai sifat apa adanya, ketika hari ini bisa makan dengan berteman kerupuk saja Dadang tetap lahap dan menikmatinya, lalu jika pakaian seragamnya terdapat sobekan Dadang lebih memilih untuk menjahitnya sendiri daripada meminta kepada orang tuanya untuk membelikan seragam baru. Apa yang Dadang tunjukkan sepertinya menjadi contoh bagi kedua adiknya yang juga sama-sama tidak pernah rewel.

Liburan sekolah Dadang masih panjang, dan Dadang sedikit merasa bingung, bingung hari-hari liburnya itu akan Dadang isi dengan apa yang tentunya bermanfaat. Dan tepat di hari pertamnya saat hari menjelang siang, Dadang keluar dari rumahnya hendak menuju rumah temannya tepat di belakang sekoahnya yang juga tidak jauh dari rumah Dadang, dan cukup hanya dengan berjalan kaki saja untuk menempuhnya – Dadang pun berpamitan pada ibunya.
Diatas trotoar yang Dadang susuri, mata Dadang hampir tak pernah lurus kedepan, sesekali ia jelajahi keadaan di sekelilingnya, mungkin maksud Dadang siapa tahu ada sesuatu yang positif yang bisa ia tiru.

Tok…tok…tok…

“ceeep!!!” panggil Dadang setengah teriak di depan rumah Cecep.

“ceceeep!!” dan di panggilan yang keduanya itu pintu rumah tampak mulai terbuka dan munculah sesosok anak berperawakan kurus kecil dan berambut sedikit acak-acakan, dialah Cecep sahabat Dadang.

“wooiii dang!!” balas Cecep sambil melambaikan tangan dan berjalan menuju pagar depan, untuk mempersilahkan Dadang masuk ke rumahnya.

“dari tadi kamu dang disini?”

“engga juga cep, baru datang ko.”

“oh ya sudah, ayo kita kedalam kebetulan saya beli komik baru dang.” Dan Dadang hanya mengangguk. Lalu mereka berdua masuk kedalam rumah Cecep yang lumayan cukup luas, Cecep adalah penggemar berat komik, Dadang pun yang semula tidak suka, lama-kelamaan menjadikannya cukup tertarik untuk membaca komik, namun tidak lantas menjadikannya pecandu berat.

Halaman demi halaman dari buku komik telah Cecep baca dan tak terasa cukup lama juga Dadang berada di rumah Cecep, lalu pemandangan langit di luar sana yang semula cerah dan terang, kemudian berganti menjadi mendung, Dadang yang melihat pergantian warna langit dan awan itu berfirasat jika sebentar lagi akan turun hujan, tanpa pikir panjang lagi Dadang segera meninggalkan keasyikannya membaca komik dan berpamitan pada Cecep.

“cep saya pulang dulu ya, takut keburu hujan besar, dirumah cuma ada ibu dan adik-adik saya, kalau nanti hujan besar dirumah suka bocor, jadi kalau saya gak pulang kasina mereka cep.”

“oh begitu dang, baiklah dang tidak apa-apa dang, baca komik lain kali bisa di sambung lagi.”

“iya terima kasih ya cep.!”

“iya sama-sama dang.!” Dadang pun bergegas keluar dari rumah Cecep.

Belum juga Dadang sampai menuju rumahnya, ditengah perjalanan ternyata hujan lebih cepat turun dari pada langkah Dadang. Apa boleh buat Dadang harus mencari tempat berteduh, dan kebetulan pula saat Dadang berjalan ia tengah melewati sebuah rumah sakit dan beberapa pertokoan, tapi Dadang lebih memilih untuk berteduh di pelataran rumah sakit itu, dimana di pelataran itu juga terdapat beberapa orang yang sedang berteduh. Dalam diamnya menunggu hujan reda, tidak berapa lama datanglah beberapa anak-anak yang tidak jauh umurnya dengan Dadang bahkan diantara anak-anak itu ada yang lebih muda umurnya dari Dadang, yang membuat Dadang menarik dan bertanya-tanya adalah anak-anak itu masing-masing membawa payung, dan itu adalah sebuah pemandangan yang benar-benar baru bagi Dadang dan tampak belum mengerti dengan maksud dan tujuan anak-anak itu dengan membawa payung saat hujan dan mendatangi rumah sakit. Mata Dadang tak hentinya memperhatikan seraya ingin mengetahuinya. Kemudian orang-orang yang semula berteduh bersama dengan Dadang yang hampir semuanya adalah orang tua, beberapa diantaranya kemudian ada yang memanggil-manggil anak berpayung itu.

Payung..payung!!

De sini de payung!!

Begitulah sahut mereka pada anak-anak berpayung itu. Dan yang dipanggil tanpa berebut segera berlarian menghampiri orang-orang yang memanggilnya. Payung pun diberikan pada yang membutuhkan dan anak-anak itu mengantarkannya hingga orang yang menyewa payung itu tiba dan kemudian masuk ke dalam mobilnya, lalu dari balik kaca mobil itu keluarlah beberapa lembaran uang pecahan ribuan. Lambat laun Dadang mulai mengerti dengan apa yang anak-anak itu kerjakan, Dadang menilai tidak ada yang salah denga apa yang mereka kerjakan, justru itu adalah pekerjaan yang mulia dan juga membantu orang lain. Dadang mengerti ternyata anak-anak itu menyewakan jasa payung. Dari apa yang dilihatnya itu, dalam hati Dadang merasa tertarik dan juga seakan tergerak untuk melakukan hal yang serupa, “lumayan siapa tahu bisa membantu ibu bapak” bisiknya dalam hati.

>>><<<

Langit yang kembali cerah dan hujan yang reda membuat Dadang senang, itu artinya Dadang dapa kembali meneruskan perjalanan pulang menuju rumah yang sempat terhenti. Namun Dadang sempat berpikir untuk kembali lagi ke rumah Cecep untuk meneruskan membaca komik. Tapi akhirnya Dadang putuskan untuk pulang saja karena ia pikir siapa tahu ibunya aka keluar rumah sehingga ia harus menjaga kedua adiknya.

Disepanjang perjalanan Dadang terus berpikir tentang niatnya untuk menjadi orang yang menyewakan jasa payung, Dadang sama sekali tidak merasa malu untuk mengerjakannya, hanya yang ia pikirkan apakah hal itu akan membuat kedua orang tuanya merasa malu jika suatu saat melihat dirinya. Akan tetapi ia segera buang jauh-jauh pikiran itu, dan tekad Dadang sudah bulat karena Dadang merasa itulah mungkin pekerjaan termudah yang yang bisa dilakukan oleh anak sesusianya. Dengan segala apa yang tengah dipikirkannya membuat perjalannya pulang begitu terasa cepat dan tak terasa ia pun segera masuk kerumah, didapatinya ibu sedang asik menonton tivi dan kedua adiknya yang sedang bermain.

“eh dang sudah pulang lagi kamu?”

“iya bu tadi dadang dari rumah cecep terus sepertinya mau turun hujan, dadang langsung saja pulang tapi hujan sudah keburu turun tapi untung dadang bisa berteduh di rumah sakit.”

“oh gitu ya, ya sudah kamu makan dulu sana.”
Mendengar perintah ibunya itu, Dadang yang memang juga merasa agak lapar segera berjalan menuju dapur dan kenyataannya yang Dadang lihat di atas piring lauk pauk hanya ada goreng tempa, tapi Dadang tidak peduli ia tetap memakannya, justru yang ia pikirkan adalah payung dengan ukuran yang cukup besar agar dapat dengan segera melaksanakan niat dan keinginannya menyewakan payung. Selepas makan dan perutnya seudah terasa kenyang, Dadang kemudian menuju setiap ruangan hanya untuk mencari payung, hal itu sama sekali tidak dihiraukan oleh ibunya, begitu pula dengan Dadang yang memang sengaja tidak ingin bertanya pada ibunya apakah mempunyai payung atau tidak, dan disisi lain Dadang tidak ingin ibunya menjadi bertanya-tanya. Seisi rumah sudah ia periksa tapi ternyata payung yang ia harapkan tak pernah ada di drumahnya, dan baru Dadang sadari jika bapak dan ibunya tidak pernah mempunyai payung. Dan tanpa putus asa Dadang terpaksa meminjam kepada ibu Amy tetangganya. Usaha Dadang tidaklah sia-sia dan membuahkan hasil, gayung pun bersambut Dadang diperbolehkan meminjam payung milik bu Amy kapan saja Dadang mau, maka Dadang pun semakin mantap dan sudah tak sabar untuk menunggu hari esok yang Dadang harapkan esok ada hujan yang turun.

>>><<<

Pagi keesokan harinya, dimana matahari terbit seperti biasanya namun cahanya agak terhalang oleh sekumpulan awan tebal, Dadang yang memandangi langit dari teras rumahnya berharap jika yang dilihatnya adalah mendung yang kemudian menurunkan air hujan. Hingga matahari merangkak menuju siang, Dadang masih bertahan di teras seraya terus menunggu adanya tanda-tanda akan turunnya hujan seperti tetesan-tetesan air yang kecil seperti kerikil.

“daaang sedang apa kamu diluar?” tanya ibunya dari dalam rumah.

“sedang diam saja bu.”

“daripada diam diluar, mendingan kamu tolongin ibu angkat jemuran di belakang sana.”

“iya baik bu!” ucap Dadang sambil berlalu menuju kedalam rumah dan terus menuju belakang rumah untuk mengangkat jemuran.

Pakaian kesatu, kedua, dan ketiga sudah Dadang angkat dan tidak ia sadari saat Dadang akan mengangkat jemuran yang keempat pada tangan Dadang tertetesi oleh air-air kecil yang jatuh dari langit. Tetes demi tetes air itu semakin banyak dan semakin terasa oleh Dadang, dan benar saja itu adalah air tanda-tanda turunnya hujan, hujan yang Dadang tunggu-tunggu, lalu Dadang mempercepat mengangkat jemurannya, sambil setengah berlari mebawa tumpukan jemuran menuju ruang tengah rumah dan menyimpan semua jemuran dengan sedikit terburu-buru, sedangkan ibunya hanya memandanginya dengan heran karena milhat anaknya yang seperti ada suatu urusan, dan entah lupa atau mungkin juga tidak ingat Dadang langsung pergi begitu saja meninggalkan rumah tanpa berpamitan terlebih dahulu pada ibunya. Dadang berlari menuju rumah bu Amy. Hujan pun tampak akan seperti deras, Dadang tak henti mengetuk pintu rumah bu Amy. Tidak lama kemudian bu Amy muncul dari pintunya dan seperti sudah mengetahui jika yang mengetuk pintu itu adalah Dadang langsung saja memberikan payung miliknya kepada Dadang.
“terima kasih bu!” ucap Dadang langsung berlari dari hadapan bu Amy, dan bu Amy yang melihat Dadang hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

Hujan pun semakin deras dan Dadang tidak peduli, ia terus berlari menuju rumah sakit dimana tempat itu adalah salah satu temapt yang baru ia ketahui banyak anak yang menyewakan jasa payung. Dengan pakaian yang cukup basah kuyup tidak berapa lama Dadang sampai juga di pelataran rumah sakit, dan beruntung hari itu tidak terlalu banyak anak-anak yang menyewakan payungnya, jadi Dadang kali ini merasa tidak terlalu banyak saingannya. Namun keberuntungan memang sedang berpihak pada Dadang, hal itu terbukti karena belum juga Dadang akan berteduh dan menawarkan jasa payung, ia sudah ada yang memanggil untuk menyewa payungnya dan meminta diantarkan menuju tempat dimana mobil penyewa itu diparkirkan.

“de…de…payungnya de!”

“oh iya pak ini payungnya.” Balas Dadang dengan senang, karena payungnya yang cukup besar Dadang dan bapak itu berjalan bersama menuju tempat parkir mobil yang juga tidak jauh dari pelataran rumah sakit. Saat bapak penyewa payung itu sudah masuk kedalam mobilnya belum ada tanda apa-apa karena kaca mobilnya masih tertutup, ada rasa cemas dalam hati Dadang dan ia pun hanya bisa diam karena tidak berani meminta ongkos atau imbalan. Namun dengan segera kecemasannya itu hilang saat kaca mobil itu tiba-tiba terbuka dan bapak itu bertanya singkat pada Dadang.

“nak kamu kelas berapa, terus bapak dan ibu kamu kerja dimana?”

“saya masih kelas enam pak, kalau bapak saya kerjanya sebagai tukang parkir di perkantoran, sedangkan ibu saya kadang suka mencuci pakaian orang lain, kadang juga memijat.” Ucap Dadang apa adanya, mendengar jawaban dari Dadang itu entah apa yang dipikirkan oleh bapak yang seperti dokter itu, namun yang terlihat oleh Dadang bapak itu sedang merogoh saku celananya kemudian bapak itu memberi Dadang uang cukup besar, tiga puluh ribu.

“ini de ambil saja.”

“tapi pak ini besar sekali.”

“ah gak apa-apa de..ayo ambil saja, kalau gak mau kamu gak boleh menyewakan payung disini lagi.” Ucap bapak itu sambil tersenyum

“i…i…iya baik pak terima kasih!”

“ya sudah kamu pulang sana, jangan hujan-hujanan.”
Dan Dadang hanya menjawabnya dengan anggukan. Dari satu pelanggan itu, Dadang merasa imbalan dari bapak tadi sudah lebih dari cukup, dan memutuskan untuk langsung pulang walaupun hujan belum sepenuhnya reda, tapi Dadang senang kali ini ia bisa memberikan uang jajan bagi kedua adiknya dan sisanya akan ia belikan payung.


OGN.

01 Januari 2011