23 November 2009

PERS JUGA PENGUNGKAP KEBENARAN


PERS JUGA PENGUNGKAP KEBENARAN

Ketika membaca kabar tentang pemanggilan dua orang pimpinan redaksi Harian Umum Kompas dan Seputar Indonesia (Sindo) oleh pihak kepolisian beberapa waktu yang lalu, penulis seakan diingatkan kembali pada sebuah film yang berjudul State of Play yang dibintangi oleh Russel Crowe yang berperan sebagai wartawan senior dan juga sekaligus menjadi pimpinan redaksi harian umum terkemuka di Amerika. Suatu ketika dikisahkan terjadilah sebuah skandal di pemerintahan yang menyebabkan terbunuhnya istri seorang anggota dewan yang diduga dilakukan oleh lawan-lawan politiknya, kemudian dengan segera saja kabar ini menyeruak, menyebar kepada publik dan tentunya mendapat perhatian sang wartawan. Sebagaimana halnya seorang wartawan atau jurnalis pada umumnya selalu mempunyai keinginan yang kuat untuk menyajikan sebuah berita atau informasi yang lengkap kepada publik. Begitu juga dengan sang wartawan segera mengumpulkan segala informasi yang dibutuhkan dengan berbagai sumber yang diduga mengetahui tentang skandal tersebut. Digambarkan pula di film tersebut karena saking terkenalnya, wartawan tersebut mempunyai akses untuk dapat masuk kemana saja yang ia suka, tidak terkecuali para anggota dewan dari mulai wawancara biasa hingga yang lebih mendalam lagi yang bisa dikatakan sebagai investigasi, bahkan tidak jarang seorang anggota dewan yang berada dalam lingkaran kasus tersebut mendatangi wartawan tersebut untuk sekedar memberikan informasi dan klarifikasi-klarifikasi, itu semua dilakukannya demi mendapatkan informasi yang lebih akurat, mendalam dan tentunya menyajikan sebuah fakta yang sebenarnya kepada publik terkait kasus tersebut.

Karena gaya pencarian beritanya yang cukup mendalam dengan melakukan cara-cara investigasi hingga terkesan seperti penyelidikan, akhirnya pihak kepolisian merasa sedikit geram dengan yang dilakukan oleh wartawan tersebut, karena cara-cara tersebut sudah memasuki ranah tugas kepolisian bahkan sudah dianggap melampaui batas, hingga akhirnya pihak kepolisian pun memberikan peringatan keras pada sang wartawan. Namun hal itu tidak membuatnya gentar dan terus mencari informasi dan bukti-bukti. Singkat cerita kasus skandal tersebut akhirnya mendapat kejelasan dan segala kebanarannya terungkap dengan sempurna, segala informasi dan bukti-bukti sudah berada digenggaman wartawan tersebut, dan segera saja menjadi sebuah news story yang cukup panjang dan berliku yang kemudian diterbitkan di harian yang ia pimpin itu dan tentunya sudah di tunggu-tunggu oleh publik.

Dari film yang penulis ceritakan tadi, dapat kita cermati bahwa pers dapat pula menjadi bagian dari pengungkapan kebenaran suatu peristiwa. Lalu ada sedikit kesamaan dengan pemanggilan dua pimpinan harian umum beberapa waktu yang lalu. Hanya yang membedakannya adalah dari sisi kasusnya, jika dalam film itu kasus yang diangkat adalah tentang skandal pembunuhan istri seorang pejabat pemerintahan, sedangkan yang terjadi di kita adalah mengenai keterkaitan dua pimpinan harian umum tersebut dengan rekaman pembicaraan yang cukup menghebohkan mengenai korupsi dan suap menyuap. Lantas apa yang salah? dan mengapa kepolisian harus melakukan pemanggilan? jelas, kejadian ini langsung saja mendapat reaksi cukup keras dari kalangan pers, wartawan dan jurnalis, dan opini pun kemudian sempat berkembang dimana-mana, bahwa kejadian ini adalah sebuah langkah pemasungan kebebasan terhadap profesi wartawan, bahwa ini adalah sebuah babak baru rezim Orde Baru jilid II dan lain sebagainya. Dan sudah jelas pula bahwa sebenarnya pers berada di pihak masyarakat, sebagai panyampai informasi, maka dimana masyarakat membutuhkan suatu informasi dan segala sesuatu yang terjadi kemudian adalah tugas wartawan untuk mencari dan menyajikannya dan bukan hanya sekedar berita yang diketahui begitu saja akan tetapi juga kebenaran dari berita itu sendiri, maka wajar jika seorang wartawan menelusuri dan menelisik lebih jauh tentang kebenaran sebuah peristiwa demi keakuratan sebuah berita yang tentunya sama sekali tidak pernah ada kaitannya dengan segala kasus yang terjadi. Apakah karena sebuah berita yang simpang siur dan kemudian menimbulkan opini-opini baru dimasyarakat sehingga suasana menjadi kisruh, itu karena semata-mata terbatasnya informasi yang didapat oleh wartawan dan disisi lain juga seringnya sumber-sumber berita membatasi dirinya untuk memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan, maka tidak jarang antara media A dan media B berbeda pandangannya mengenai sebuah peristiwa yang informasinya didapat dengan terbatas.

Karena merupakan bentuk sebuah kebebasan berpendapat dan sekaligus mencerdaskan masyarakat, hendaknnya pers jangan pernah untuk dibatasi, justru harus diberi ruang yang seluas-luasnya sehingga dapat memberikan suatu informasi dan berita yang baik, lengkap, bermutu, kritis, mengungkapkan kebenaran dan juga mencerdaskan. Sehingga masyarakat serta merta menghargai dan mengapresiasi segala informasi dan berita yang tersaji. Bahwasanya beberapa lembar ribuan yang kita keluarkan untuk membeli sebuah koran, tampaknya tidak begitu sebanding dengan perjuangan para wartawannya untuk mencari segala informasi yang kita butuhkan. Terus maju pers Indonesia !.



15 November 2009

PENEMUAN BARU

Hari minggu bagi saya adalah hari yang sebenarnya malas untuk berbuat apa-apa termasuk bersih-bersih, ya membersihkan apa saja, seperti membersihkan isi laci, senar gitar, sampai isi teko ( maksudnya semacam poci untuk menampung air minum ) bahkan kadang-kadang malas untuk membersihkan badan alias mandi. Ya begitulah minggu, pagi-pagi cocoknya diisi dengan pekerjaan-pekerjaan yang menyehatkan salah satunya olah raga, siang harinya kebanyakan dimanfaatkan untuk tidur, dan malam harinya ya sudah barang tentu tidur malam sambil memikirkan hari esok.

Kebetulan malam minggu seperti biasa saya jarang sekali apel bahkan bisa dibilang tidak pernah, karena saya sudah terbiasa apel pagi, jadi biasanya pas malam minggu tiba saya selalu menginap di kontrakan si Dwi teman kuliah saya dulu, kontrakannya yang asri, sejuk dengan pepohonan yang rindang membuat saya merasa betah tinggal dikontrakannya si Dwi itu, beruntung ya si Dwi mempunyai kontrakan yang seperti villa tapi hanya membayar beberapa ratus ribu saja per bulannya, belum lagi ruangannya yang cukuup besar, ya kira-kira cukup lah untuk menampung dua puluh orang, tapi itupun dengan syarat ke dua puluh orang itu tidak tidur alias tidak berbaring, karena kalau berbaring pemandangannya tidak jauh seperti ikan pindang yang berjejer dipasar Sederhana.

Sebenarnya yang menginap di kontrakannya si Dwi bukan saya saja tapi ada juga si Ryan, Ryan itu masih saudaranya si Dwi sejak kakaknya si Dwi menikah dengan kakaknya si Ryan, jadi Ryan itu adik ipar kakaknya si Dwi, dan begitu juga si Dwi merupakan adik iparnya kakaknya si Ryan. Rancananya si Dwi pada hari minggu akan pergi ke Cirebon, dan saya pun tidak tahu alasan pastinya kenapa si Dwi berhasrat sekali ingin pergi ke Cirebon, tapi ternyata eh ternyata si Dwi kangen dan rindu sama anak-anak kakaknya itu yang berarti keponakan si Dwi, karena saya sempat membaca sekilas status si Dwi itu di Facebook, kalau dia menanyakan keponakannya itu dengan menuliskan nama-namanya. Bukan hanya berencana berangkat ke cirebon tapi si Dwi pun sudah berbohong pada siapa saja yang menelpon padanya, terutama teman-teman dikantornya, karena sebenarnya si Dwi itu harusnya masuk kerja tapi dia malah bolos, alasannya ya itu tadi akan berangkat ke Cirebon beybeh…

Seperti biasa, malam hari saya, si Dwi dan si Ryan mulai membicarakan rencana untuk hari minggu besok.

“gimana kalau kita lari saja ke sabuga?” kata saya memberikan ide segar sekaligus menyehatkan. Dan ternyata ide saya itu tidak sia-sia, si Dwi dan si Ryan buktinya setuju dengan ide saya itu.

“ya satu keliling saja sepertinya sudah cukup, terus udah selesai lari kita minum susu murni, makan bubur ayam, cendol, tahu bulat atau kalau enggak ada tahu bulat bolehlah diganti sama cilok pananjung.”

“wah itu mah ya, yang namanya cilok pananjung gurihnya tidak ada duanya, apalagi daging cincang yang ada didalamnya mirip sekali daging sapi!”

“hus…hus…hus..ah kamu mah keu, malah jadi ngebahas makanan dan kawan-kawannya, udah mah larinya cuma satu keliling, malah makannya yang banyak!” kata si Dwi kepada saya.

“udah…udah mendingan sekarang tidur aja biar besok enggak kesiangan larinya.” Tambah si Ryan pada kami berdua.

“ah enggak apa-apa yan kesiangan juga da enggak akan di strap.” Jawab saya.

“geus ah sare lalieur!” maksud si Ryan itu udah ah tidur parusing.

Dan tidak tahunya kami bertiga pun tertidur, tapi kami tidak lupa untuk selalu berdo’a terlebih dahulu, mencuci kaki dan gosok gigi dengan sikat gigi kepunyaan masing-masing.

>>><<<

Tepat delapan jam kami tertidur, padahal alarm di masing-masing telepon genggam di set dengan bermacam-macam waktu seperti si Dwi alarmnya di set jam 05.00 pagi, si Ryan juga sama jam 05.00, lho kenapa saya tahu? Ya iyalah soalnya alarm saya di set jam 04.30 pagi, makanya saya bangun lebih dulu untuk solat subuh, kemudian mendengar alarm mereka berdua, tapi saya tidak membangunkan si Dwi dan si Ryan, karena tidak tega membangunkan mereka berdua yang tidur sambil senyum-senyum, ah pasti mereka berdua sedang bermimpi nonton sirkus lumba-lumba di Tegalega, atau mungkin juga sedang melihat Charlie Chaplin jatuh dari ojek terus masuk got di sekitar Sekeloa.

Tapi tidak lama si Ryan sama si Dwi bangun begitu saja dari tidurnya setelah saya menyalakan lampu kamar, mereka berdua sangat sibuk berebut ke kemar mandi bahkan terlibat aksi dorong-dorongan seperti mahasiswa yang selalu dorong-dorongan dengan polisi saat demo. Karena hari sudah agak terang, tapi karena mereka berdua tidak ingin melewatkan solat subuh, ya akhirnya mereka laksanakan juga dari pada tidak sama sekali. Setelah si Ryan dan si Dwi selesai melaksanakan solat, eh si Dwi malah tidur-tiduran lagi sambil memeluk guling dengan mesra, terus bukannya mengajak lari, si Ryan juga malah ikut-ikutan tidur-tiduran lagi.

“weui…weui…bukannya pada mau lari ini teh?!” Tanya saya dengan tegas seperti inspektur upacara.

“iya…iya hayu, tapi sebentar lah, tidur dulu sedikit.” Kata si Dwi sambil merem.

“oooh ya sudah lah, saya juga tidur dulu sebentar ternyata memang masih ngantuk sedikit.” Kata saya sambil menguap.

Daaaan ternyata! Kami bertiga bangun kesiangan dan jam menunjukan sudah jam delapan

“waaah kumaha ieu teh, lari moal?!” Tanya saya pada si Ryan yang artinya waaah gimana ini, lari gak.

“iya nih gara-gara si Dwi malah nerusin tidur lagi.” Tambah si Ryan.

“udah…udah tenang, gimana kalau kita sekarang beres-beres kamar?” Tanya si Dwi tanpa menyesal karena kesiangan untuk lari pagi.

“yaah kamu mah dwi, udah tau kalau hari minggu itu saya suka males ngapa-ngapain, eh ini malah ngajak beres-beres.”

“iya bener-bener.” Tambah si Ryan.

“terus ngapain atuh?” kali ini si Dwi yang giliran bertanya sambil membetulkan saku celananya.

“gini aja, itu lantai, kaca pada kotor, giman kalau kita bersihin, sekalian ngisi dispenser yang udah satu abad enggak ada airnya.” Saya memberikan ide lagi.

“wah setuju!”

“ya setuju pisan.”

Maka kemudian satu per satu dari kami sebelum membersihkan kamar, terlebih dahulu membersihkan wajah-wajah kami yang tidak karuan, kemudian menyemprotkan sedikit parfum dan memakai jam tangan, tidak lupa televisi pun saya nyalakan sambil mencari-cari berita selebritis terkini, terheboh, fenomenal, aktual, tajam, terpercaya dan bisa dipertanggung jawabkan. Kami pun mulai beraksi melawan para penjajah, maksudnya mulai menggulung karpet, melipat kasur, memindahkan meja, meguras dispenser, menyapu debu-debu, mengepel lantainya. Karena saking semangatnya bersih-bersih, tahu sendiri lah bagaimana kalau orang lagi semangat kadang suka tidak terkontrol, hal itu terjadi pada si Dwi yang tidak sengaja menyenggol water heater yang ternyata masih berisi air, dan letaknya pun persis di sebelah tivi, sudah pasti airnya mengenai tivi kesayangan si Dwi itu, dan langsung saja tivi si Dwi yang sedang menayangkan gosip itu mendadak mengeluarkan jin, eh maksudnya asap tapi tidak tebal, melihat kejadian itu si Dwi sepertinya mau nangis tapi tidak jadi karena malu sama umur, dan celakanya tivinya itu tidak mengeluarkan gambar sama sekali, alias matot alias mati total.

Tapi lagi-lagi ide saya yang sangat brilian dan bisa dipercaya itu tiba-tiba saja muncul di saat yang tepat.

“udah dwi buka dulu tipinya, terus jemur aja diluar, mumpung lagi panas.” Itu saya menyuruh si Dwi.

“wah bener oge nya keu, sugan weh hurung deui, alus oge euy ide maneh.” Maksud si Dwi wah benar juga ya keu siapa tahu nyala lagi, bagus jug aide kamu.

“iya dwi makasih, sudah biasa kok.”

Langsung saja saya, si Dwi dan tidak lupa mengajak si Ryan yang sedang asik mengepel untuk mengangkut meja dan tivi yang sudah di buka itu untuk dijemur dihalaman, dan kemudian melanjutkan Mingsih kami yang masih belum selesai (mingsih = minggu bersih-bersih).

Akhirnya dengan semangat juang yang tinggi, kami bertiga berhasil menaklukan dunia, maksudnya saya membersihkan kamar kontrakan si Dwi, tadinya sih kami mau tidur lagi karena kelelahan, tapi tidak jadi karena belum pada mandi, lagipula kami ingin tahu apa yang terjadi pada tivi si Dwi setelah di jemur, siapa tahu salurannya bertambah dengan tivi-tivi kabel.

“okeh dwi gimana kalau kita angkat sekarang tivinya?” Tanya saya pada si Dwi dan pada si Ryan juga sih sebenarnya.

“okeh lah!”

“okeh…okeh!”

Kami bertiga pun mengangkat meja dan tivi itu kedalam kamar, kemudian memasangkannya lagi, tentunya dengan sekrup-sekrup tivinya, lalu disusul kabel tivi dan kabel antenanya yang mulai dipasangkan, tapi si Dwi terlihat ragu-ragu untuk menyalakannya, alasannya takut meledak.

“udah yan kamu saja yang nyalain tipinya.”

“ah kamu saja keu, kan kamu tadi yang nyuruh jemurin tivinya, jadi sekarang kamu yang nyalain.”

“okeh lah kalau begitu.” Jawab saya.

Sambil memejamkan mata dan sedikit ragu-ragu saya mulai menekan tobol power tivi itu perlahan-lahan, si Ryan dan si Dwi malah tiarap.

“klek.” (suara tobol tivi)

Perlahan-lahan terdengar suaranya, lalu disusul dengan gambarnya, dan ternyata gambarnya lebih jelas dari sebelumnya, kami bertiga bertepuk tangan dan sangat bahagia, terutama saya yang sudah menemukan teori baru untuk memperbaiki tivi yang tersiram air, yaitu dengan menjemurnya dibawah terik matahari beberapa jam, ah mudah-mudahan saja saya mendapatkan penghargaan atas penemuan baru saya ini, semoga. Do’akan ya kawan-kawan.

03 November 2009

DI BANGKU TAMAN

Aku saat ini sedang menikmati malam, tak ada yang aku tunggu, tak ada yang aku pikirkan siapapun itu, kecuali hanya diriku sendiri dan rambulan, taman, kunang-kunang dan beberapa nyamuk yang sesekali suaranya terdengar hilir mudik di telingaku. Malam memang gelap dan hitam, karena cahaya malam adalah cahaya gelap. cahaya kuning dari lampu yang menyinari taman pun tersamarkan, berusaha menembus lapisan-lapisan kabut untuk menyinari taman hingga pagi menjelang. Terangnya tidak merata, karena gelap tetap menguasai malam, aku senang memandangi keduanya – gelap dan terang – supaya mereka berdamai, sehingga pagi tidak menjadi kacau balau. Dan kabut malam perlahan-lahan sirna dari kekuasaan malam mempersilahkan kepada pagi yang sudah banyak dinanti.

Ketenangan di taman in benar-benar aku rasakan auranya. Walaupun malam, tapi ketenangan di taman ini tergambar seperti taman yang tengah dikelilingi warna-warna pelangi nan lembut ada si merah, si jingga, si kuning, si hijau, si biru, si nila dan si ungu bersatu padu menghiburku yang merasa lelah dan hanya terduduk di bangku di tengah-tengah taman. Aku tidak ingin membayangkan dan memikirkan apapun dalam lelah ini. Taman ini jika di malam hari tidak begitu tampak jelas keindahannya – dingin dan diam, tapi aku yakin jika taman ini ada dalam pagi pemandanganya jauh lebih indah dari malam. Ah aku sudah terlalu banyak berdebat dengan diriku sendiri tentang siang, malam, indah, kelam sedangkan aku sendiri belum bertanya kepada taman ini, apakah taman ini memberikan izin kepadaku untuk beberapa saat memejamkan mata ini, tapatnya dibangku ini. Karena raga yang terasa lelah telah membuat mata ini sedikit demi sedikit terasa berat, belum lagi rasa kantuk yang mulai mencampuri mata ini, maka semakin dalam dan semakin lengkaplah lelah dan kantuk ini berjalan beriringan menguasai raga.

Memejamkan mata di saat rasa lelah menerpa adalah hal yang paling nikmat dan terindah bagiku bagi kita, tapi mungkinkah hal ini terjadi hanya hari ini saja? semoga kenikmatan dan keindahan membunuh lelah akan selalu aku rasakan di hari-hari yang lainnya. Tapi akankah terjadi setiap hari? senin, selasa, rabu, kamis, jum’at, sabtu dan minggu? namun hari-hari itu tetaplah sebuah hari, semuanya tidak pernah berubah, semuanya mempunyai pagi yang selalu membawaku untuk mulai berlari mengejar mimpi-mimpi, mempunyai siang yang selalu mengajakku pantang menyerah menerjang karang, mempunyai sore sebagai separuh perjalananku dalam menghadapi segala tantangan dan mempunyai malam sebagai satu-satunya pelabuhan terkahirku untuk melepaskan segala lelah dari mengejar mimpi, menerjang karang dan menghadapi tantangan, jadi untuk apa aku mengeluh dan membenci hari.

Pagi adalah sejuk yang membelai wajah, menyimak segala apa yang tersirat dari gerak gerik mata, arah penciuman hidung dan sekumpulan kata-kata dari dalam mulut, menawarkan semangat yang selalu baru, walaupun perjalananya kadang terasa sangat singkat, karenanya jika hati teriris pedih, rupanya terlalu dini untuk menangis dipagi hari. Sebab wajahku dan wajahmu adalah bagian tubuh yang paling penting dan selalu mendapat perhatian. Aku tidak pernah menyalahkan hari apalagi mencaci maki hari, aku tidak pernah menuntut hari untuk selalu ramah dan sejuk terhadap wajahku, karena hari selalu begitu. Aku selalu menahan rasa senang ketika siang merangkak menang. Siang selalu menyampaikan pesannya melalui panas dan debu-debu. Berbicara dan bertutur dengan bahasa yang lain, tidak ada suara yang terdengar namun terasa, sangat terasa. Aku menjauh pun tetap terasa. Seperti mengejar dan seperti sengaja ingin mengisi dan melengkapi apa yang sedang aku rasakan. Seperti panas, terkadang membakar wajahku, di saat wajahku ini penuh dengan peluh dan berbagai luka. Begitu juga dengan debu-debu yang berbaur antara yang halus dan kasar serta merta menghantam wajahku, dimana saat siang selalu penuh dengan peluh dan segala luka. Maka dari itu malam di taman ini mejadi seperti air telaga bagiku untuk membasuh segala yang membakar dan menghantam wajahku.