Setiap hari Jum’at adalah hari dimana
saya dikantor merasa seragam dengan karyawan yang lainnya, karena baju yang
saya kenakan adalah batik, yang katanya kebanggaan negara ini, tapi saya malu
para koruptor pun memakai batik, walaupun karyawan yang satu dengan lainnya
sama sekali tidak seragam corak dan merk-nya namun hal itu saya anggap seragam.
Dalam hati kecil saya sebenarnya tidak mau memakai batik dihari-hari biasa
karena bagi saya batik adalah pakaian yang cukup pantas dipakai ke sebuah
resepsi pernikahan walaupun sebenarnya tidak ada aturan yang mewajibkan datang
ke sebuah resepsi pernikahan ataupun pesta pora lainnya harus memakai batik, tapi
ya sudahlah toh batik yang saya punya semuanya pemberian dari orang tua dan
beberapa orang teman.
Dan ternyata hari jum’at kali ini
saya datang ke kantor lebih cepat dari biasanya, entah kenapa padahal saya
menjalankan motor dari rumah menuju kantor dalam kecepatan yang santai-santai
saja dan tidak terlintas sedikit pun dibenak saya untuk kebut-kebutan apalagi
menjalankannya dengan aksi zig-zag meskipun tidak macet ala pengendara motor
yang serasa menjadi Rossi dengan super legeg-nya
(belagu) seperti belagunya Jose Mourinho, dan saya terkadang merasa kasihan
jika melihat mereka-mereka yang selalu kebut-kebutan, saya berpikir mungkin
orang yang ngebut itu mempunyai hasrat dan keinginan yang besar untuk menjadi
pembalap namun tidak kesampaian dan yang lebih sialnya tidak di dukung oleh
orang tuanya, ya jadinya begitu. Balik lagi ke waktu kedatangan saya kekantor
yang rasa-rasanya kian hari kian lebih cepat, ada gejala apa sebenarnya ini?
Apakah saya mulai menjadi loyal terhadap tempat saya kerja? Tidak tidak,saya
tidak ingin terlalu loyal apalagi untuk cari muka dan menjadi penjilat! Sungguh
muak jika melihat orang-orang yang seperti itu apalagi kebanyakan sudah berumur
tua, edan. Mereka itu bukan ingin dilihat bagus dan teladan oleh atasannya,
tapi mereka itu justru sangat takut akan kehilangan pekerjaan! Makanya dengan
sekuat tenaga dan dengan cara apapun untuk mempertahankan posisinya, tentunya
agar gaji terus mengalir tiap bulan.
Karena teman kerja yang seruangan
dengan saya belum pada datang, akhirnya saya isi waktu kesendirian ini untuk
sejenak berhubungan dengan dunia maya, tapi ternyata berita-berita di dunia
maya pun (khususnya berita dalam negeri) sama membosankannya dengan berita di
televisi, dan bodohnya kenapa saya masih sempat menonton televisi! Namun
akhirnya situs jejaring sosial menjadi situs utama dan (mungkin) satu-satunya
situs yang cukup menghibur untuk sekedar membual dan ber-lebay-lebayan, juga
tidak lupa saya aktifkan pula yahoo messenger, sedikit bocoran akhir-akhir ini
orang yang bisa dibilang spesial dan istimewa dalam hidup saya mulai sering mengaktifkan
YM-nya dan tentu saja obrolan saya dengannya dari hati ke hati,prikitiiwww!!
Jadi saya tidak akan berpanjang lebar mengenai hal itu, dan jika mengutip
ucapan seorang selebritis.
“biarlah itu semua menjadi urusan
saya pribadi dan tidak dikonsumsi oleh publik” menurut saya ini adalah sebuah
pernyataan yang sungguh lucu, karena apakah semua masyarakat mau mengkonsumsi
berita priadi seseorang? Sungguh membuang-buang waktu, justru masyarakat saat
ini lebih tertuju dan mungkin muak dengan berita rencana kenaikan BBM,
sementara pendapatan tak kungjung mengalami perbaikan, ya sudahlah mau
bagaimana lagi keadaan sudah semakin memburuk lagipula saya juga bukan seorang
pahlawan yang bisa menolong seluruh rakyat di negara ini, saya juga hanya
seorang manusia seperti kebanyakan yang selalu terus berusaha dan berjuang
dalam hidup ini hingga benar-benar langit yang cerah menjadi lebih berkuasa
atas awan-awan yang mendung.
Tidak terasa waktu jum’atan sudah
tiba dan saya sedikit kesiangan karena keasyikan YM-an, lalu saya akhrinya
memilih masjid yang tidak jauh dari tempat saya kerja, walaupun tidak terlalu
besar tapi beruntung saya masih dapat tempat yang cukup nyaman dan terhindar
dari panas karena di pelataran masjid itu dipasang sebuah canopy yang cukup
membuat teduh, tidak lama saat duduk bersila tidak disangka bertemu dengan
seorang teman lama yang baru saja datang dengan wajah yang masih basah oleh air
wudhu, karena ia pun melihat keberadaan saya, maka dia pun duduk disebelah
saya, dan di masjid itu yang berbicara bukan hanya khotib tapi juga saya dan
teman. Pembicaraannya pun menurut saya adalah sesuatu yang menurut saya sudah
usang dan tidak pernah ada ujungnya, yaitu masalah pekerjaan, kemudian Mr. D
yang memulai pembicaraan.
“kumaha maneh betah keneh digawe
teh?’’ (gimana kamu masih betah kerja?).
Saya hanya tersenyum mendengar
pertanyaannya itu, lalu tidak lama saya jawab dengan sedikit tidak serius.
“teuing atuh, urang mah sadipecatna
weh” (gak tau, saya nunggu sampai dipecat saja.”) saya dan Mr. D pun terkekeh
ringan, karena kalau keras-keras malu sama pak haji yang sudah lama
memperhatikan tingkah kami.
“enya bener urang ge, da sarua geus
kolot geus hoream neangan gawe deui, heueuh?” (iya betul saya juga, sama sudah
pada tua sudah males nyari kerja lagi, betul?”) dan seterusnya Mr. D itu
menceritakan suka duka ditempat kerjanya yang baru, yang sedikit aneh baru saja
beberapa bulan Mr. D bekerja, ia malah sempat kepikiran untuk segera resign,
dalam hati saya pasti ada yang salah dengan tempat kerja Mr. D hingga ia memutuskan
untuk resign secepat itu, lalu ia pun memberikan alasannya yang cukup klasik,
Mr. D sudah merasa jengah ketika harus menuruti semua kemauan atasannya alias
disuruh-suruh, tapi saya pun mengingatkannya bahwa yang namanya kerja itu
pilihannya harus mau disuruh-suruh atau resign jika ingin benar-benar terbebas
dari segala tekanan batin, tapi menurut saya resign setidaknya lebih baik
daripada tiap hari datang ke tempat kerja dan tiap hari pula di tempat kerja
itu mengeluh dan menggerutu.
Tidak terasa akhrinya obrolan kami
pun selesai dengan ujung pembicaraan yang sungguh tidak jelas penutupnya dan
bersamaan pula dengan berakhirnya ceramah jum’at. Saya dan mungkin juga Mr. D
berharap setelah jum’atan mendapatkan sesuatu yang setidaknya lebih baik, ya
apapun itu, setidaknya harapan untuk tidak melewati kehidupan ini dengan
sia-sia, penuh dengan bullshit dan
segala kemunafikan. Akhirnya saya dan Mr. D berpisah di pintu gerban masjid dan
saling berpesan untuk tetap saling kontak mungkin setidaknya agar mengetahui
apakah impian saya sudah benar-benar tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar