09 Juni 2009

ASAP BERCERITA

Asbak dari tanah liat yang baru setengah jadi ini, yang kubuat dua hari lalu itu aku biarkan begitu saja diatas meja yang penuh debu. Namun lama-kelamaan setelah aku lihat dari berbagai sudut ternyata asbak setengah jadi itu menurutku begitu indah dan sangat artistik. Setiap aku melihat asbak itu dari sudut yang berbeda aku melihat bentuk yang berbeda pula, luar biasa karya yang tak ku sengaja ini.
Setelah aku puas menikmati “keindahan” yang ada pada asbak itu, aku pun mulai mengerjakan pekerjaanku yang sempat tertunda – menyalakan rokok dan menghisapnya. Sambil duduk di sofa yang baru aku reparasikan di tukang jok keliling, karena menurutku sofa itu sudah terlalu tua dan banyak lubang bekas terbakar rokok yang bertebaran dimana-mana, aku mulai menikmati hisapan demi hisapan rokok dan setiap asap rokok yang mengepul keluar dari mulutku seolah menggambarkan bayangan dan perjalananku dimasa lalu. Berbagai kepenatan yang ku rasakan hingga berbagai cacian dan beragam fitnah yang membuatku sakit dan semakin menghitam bahkan mungkin meradang, semuanya aku nikmati.
Kepulan asap rokok yang tiap kali keluar dari mulutku sesekali kulihat seraut wajah dari berbagai orang yang pernah ku kenali, seperti tak percaya namun begitulah keadaannya, apakah ini hanya lamunanku atau bukan? Atau rasa rinduku karena sudah lama tidak bertemu? Entahlah, yang pasti mereka terlihat seperti nyata. Dan yang membuatku heran lagi adalah ekspresi wajah mereka yag berbeda-beda saat memandangku. Ada yang seolah seperti sedang memarahiku dengan caci makinya, ada yang menertawakanku, ada yang seolah menasihatiku, ada yang menangis dengan tangisan yang agak tertekan seperti kuntilanak di acara misteri di sebuah radio, ada yang menghinaku, bahkan ada pula sesosok perempuan dengan penampilan yang menurutku agak aneh namun nyentrik dan agak sedikit berantakan menari-nari tepat diwajahku. Yang kulihat dari wajah perempuan itu adalah perasaan yang begitu bahagia dengan senyuman yang lebar dan lepas, lalu sebuah papan yang dia bawa-bawa seperti para demonstran dengan tulisan “I HATE LOVE” begitu jelas terbaca olehku. Ah, apa pula yang terjadi dengan semua ini pikirku.
Mereka silih berganti bermunculan dihadapanku dengan masalahnya masing-masing. Ketika kukeluarkan kepulan asap yang rokok yang pertama, sekilas kulihat wajahnya seperti Dar, ya kamu memang Dar pikirku dengan yakin. Dar adalah kawan kuliah ku dulu, entah kenapa dia sepertinya jengkel dan kemudian selalu memarahiku setiap kali aku menggambar dan mencoreti kertas catatanku, yang menurut dia kerjaanku itu sungguh sangat tidak bermanfaat dan jauh dari kata kesuksesan. Ya aku mulai ingat sekarang, Dar adalah orang yang begitu berambisi untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan besar dan sebisa mungkin menduduki jabatan yang paling tinggi.
“halo has, bagaimana kabarmu?” di balik asap itu Dar mulai bertanya dengan raut wajah yang agak sinis, dan dia terlihat gagah dengan kemeja berdasi dan jas hitam yang ditenteng nya.
“apa kegiatanmu sekarang?”
“aku baik-baik saja dar, aku belum kerja secara formal, ya mungkin aku belum dapat yang cocok aja, untuk semetara kesibukanku sekarang hanya jalan-jalan sekedar mencari inspirasi, dan aku juga belum menjadi apa-apa dar, aku masih seperti yang dulu.” Jawabku dengan santai dan apa adanya.
“sudah kuduga sebelumnya has, kamu itu orangnya nggak ada kemauan, euweuh kadaek.” Dar mulai sedikit menyinggungku dengan kata-kata yang bernada tinggi.
“cobalah has berusaha lebih keras dan lebih giat lagi, lihat aku, aku tak pernah menyerah untuk berusaha, bayangkan saja dari puluhan bahkan ratusan surat lamaran kerja yang aku kirim, hanya bisa dihitung oleh jari yang diterima oleh perusahaan-perusahaan besar, tapi aku hanya memilih satu saja perusahaan yang aku anggap benar-benar bonafit dan memberiku gaji yang layak untuk seorang lulusan perguruan tinggi, sekarang aku menjabat sebagai supervisor, dan tahun depan aku dipromosikan menjadi asisten manajer, hebat kan aku?”
“ya syukurkah dar kalau begitu.”
“puuuuh.” Aku jawab dengan santai, dan segera aku tiup asap wajah Dar itu, agar dia lekas pergi dan lenyap dari hadapanku. Aku kemudian sejenak berpikir sekaligus heran dan bertanya-tanya, apa sebenarnya yang dicari Dar? Dan ternyata setelah lulus kuliah yang dia kerjakan selama ini hanya terus menerus menulis lamaran kerja dan mengirimkannya, hanya itu saja! Ah, ternyata ambisi Dar sejak dulu tidak pernah berubah untuk menjadi orang yang mempunyai jabatan yang tinggi, lieur!.
Aku mencoba kembali mengepulkan asap rokok, seketika itu pula wajah yang paling membuatku kesal dan menyebalkan muncul dari asap itu. Dan tampak jelas dihadapanku, dan dengan tertawa terbahak-bahak di menertawaiku, dialah Mar masih teman kuliahku dulu, seorang pembual papan atas dan nomor wahid di kampusku, banyak bicara tanpa pernah ada buktinya, pekerjaan dan keahliannya adalah mengkritik, menghina dan meremehkan orang lain. Mulai dari wajah hingga penampilan orang lain tidak pernah lepas dari ejekannya dan kemudian menertawakannya, seolah-olah dia yang merasa paling gaya dan keren, Mar…Mar meni cape maneh mah hirup teh!
“apa yang sedang kamu tertawakan mar?” tanyaku pada Mar dengan sedikit agak kesal melihat Mar yang tiba-tiba saja menertawakanku.
“ha…ha…ha…aku sedang menertawakanmu has, ha…ha…ha…” jawab Mar semakin menjadi-jadi dengan tertawanya itu.
“menertawakanku?!”
“memangnya ada apa denganku?” tanyaku lagi dengan penasaran dan bingung sekali dengan tertawaan Mar itu.
“ya menertawakanmu!.”
“tampangmu itu loh has, kamu seperti orang tolol, wajahmu kuno sekali, dan pakaianmu itu sama sekali tidak up to date ha…ha…ha…” ucap Mar yang mulai mengejekku, tapi aku tidak membalas ucapannya itu, aku tetap saja diam dan membiarkan dia menghina, mengoceh dan membual dengan sepuasnya.
“eh has sekarang kamu pasti masih belum kerja ya?”
“seperti aku dong, aku sekarang sedang memulai bisnis kecil-kecilan nih, ya soalnya pacarku yang cantik ini menyuruhku cepat-cepat nyari uang.” Mar mulai dengan bualan hebatnya.
“has pacarku yang sekarang cantik dan kaya loh, aku merasa menjadi laki-laki paling beruntung saat ini, bayangkan saja tiap kali aku nonton ke bioskop sama dia dan makan-makan aku tak pernah mengeluarkan uang sepeserpun, dan hebatnya lagi, bapaknya pernah menawariku untuk menjadi salah satu pengelola di rumah makan cabang barunya, pasti kamu sudah tahu kan has nama rumah makan yang kumaksud itu? Yang terkenal dengan harganya yang mahal dan sering sekali dikunjungi para pejabat dan selebritis.” ucap Mar semakin menjadi-jadi.
“puuuuuh…” tanpa pikir panjang lagi aku segera tiup asap itu sekeras-kerasnya sebelum telingaku ini retak dan hancur berantakan mendengarkan segala bualannya itu. Dari dua kepulan asap rokok itu aku benar-benar dibuat pusing dan heran sekaligus menggelitik melihat sifat dan mendengarkan ucapan kedua temanku itu.
Sejenak aku rebahkan tubuhku di sofa yang begitu terasa empuk itu, dan kubiarkan rokok itu disimpan di asbak ku yang indah dan mengeluarkan asapnya yang menjalar ke seluruh ruangan rumah. Namun tak lama pula rasa haus yang menggerogoti tenggorokanku membuatku berhasrat untuk membuat secangkir teh manis hangat, maka segeralah aku beranjak ke dapur yang tidak jauh dari ruang tamu itu untuk membuat teh manis hangat. Aku pikir asyik juga sepertinya melihat, mendengar dan berbincang-bincang dengan orang-orang yang juga teman-temanku dengan kepribadiannya masing-masing sambil ditemani secangkir teh manis hangat walaupun mereka sebenarnya tidak nyata. Dan teh manis hangat pun sudah selesai kubuat dan aku pun kembali ke ruang tamu, begitu terkejutnya saat kulihat sesosok perempuan berkerudung putih muncul dari asap rokok yang kusimpan di asbak tadi, aku perhatikan wajahnya karena aku sudah lama sekali tidak melihatnya, tapi lama kelamaan aku mulai ingat perempuan ini adalah Tin, temanku semasa di SMA dulu denga wajah keibuan, penyayang anak-anak kecil dan pintar pula, dan yang lebih membuatku kagum adalah cara berbicara Tin yang lemah lembut dan selalu penuh dengan nasihat.
“assalamualaikum has…apa kabarnya?” sapa Tin dengan lemah lembut dan terasa menyejukkan.
“waalaikum salam tin, alhamdulillah aku baik-baik saja.” Jawabku agak sedikit segan dan malu-malu.
“ngomong-ngomong kegiatanmu sekarang apa has?”
“ya kegiatanku sama seperti seperti waktu di sma tin, menyalurkan rasa berkesenian ku seperti menggambar, menulis dan yang lainnya, kalau mengenai pekerjaan, aku belum mempunyai pekerjaan yang tetap tin, tapi tidak masalah toh aku masih tetap bisa berkarya.”
“ya sabar saja has, semua itu sudah diatur kok, asala kita tetap berusaha dan yakin kita pasti akan mendapatkan apa yang kita inginkan.” Ucap Tin dengan wajah yang cerah memberikan pesan yang begitu menyejukkan.
“baik has, aku pamit dulu semoga sukses ya, assalmualaikum.”
“baik kalau begitu terima kasih banyak tin, waalaikum salam.” Jawabku dan aku tidak meniup asap itu, aku membiarkan asap itu pergi menghilang dan berlalu dengan sendirinya, karena aku benar-benar merasa segan kepada Tin. Akhirnya kepusinganku terhenti sejenak setelah bertemu dengan Tin. rokok yang hanya tinggal setengah itu aku putuskan untuk menghabiskannya, sekaligus aku ingin tahu siapa berikutnya yang muncul dari asap itu.
aku hisap kembali sisa rokok itu dan aku kepulkan asapnya, tak lama kemudian asap itu mengeluarkan suara dan terdengar seperti suara tangisan yang begitu getir dengan rasa penyesalan dan kesedihan yang begitu dalam, seperti sesuatu yang tragis. suara tangisan itu semakin membesar dan terdengar jelas beriringan dengan munculnya sesosok wajah perempuan yang belum aku kenali, karena dia menangis dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Aku tunggu beberapa saat sampai perempuan itu berhenti menangis, sambil kuperhatikan siapa sebenarnya perempuan yang sedang bersedih itu. tiba-tiba perempuan itu dengan perlahan-lahan membuka kedua telapak tangannya dan dengan terburu-buru menyeka air matanya yang membasahi wajahnya, dia mungkin baru tersadar bahwa sedari tadi aku sedang memperhatikannya.
Sejenak dia terdiam, merenung, sekilas wajah perempuan itu begitu lelah, berat dengan berbagai penyesalan dan Nampak pucat seperti tak sanggup menjalani sesuatu yang membuatnya begitu berat dan terpaksa dia jalani. Seperti seseorang yang dipaksa untuk memikul batu yang besar dan berat namun ia tidak mau.
“has i…ini aku…” perempuan itu mulai berbicara denga sedikit terbata-bata, sisa tangisan tadi.
“kamu siapa?” tanyaku pelan.
“ini aku Nis, teman kuliahmu, kamu masih ingat?”
“ya…ya aku mulai ingat, kamu berubah begitu cepat nis, sampai aku tidak mengenalimu.” Jawabku dengan terheran-heran melihat Nis yang begitu cepat berubah. Nis adalah teman kuliahku juga, dulu dia dikenal orangnya agak genit, dandanannya selalu berubah-rubah setiap hari, mulai dari pakaian yang cukup anggun hingga yang sedikit seksi dengan make up yang tebal pula, bahkan tidak jarang dia menggabungkannya menjadi pakaian yang anggun nan seksi, makanya tidak sedikit laki-laki yang menyukai Nis dan mendekatinya mulai dari adik kelas hingga kakak kelas, dan aku pun tidak sekali dua kali melihat Nis diantarkan dengan mobil-mobil mahal oleh laki-laki yang berbeda-beda pula. Entahlah aku tidak tahu menahu lebih jauh lagi tentang Nis, aku hanya tahu sekilas tentang dia, aku jarang sekali berbicara dengan Nis, dan tidak terlalu akbrab dengannya, lagipula mana mungkin Nis mau akrab dan dekat dengan pria kumuh dan tidak jelas sepertiku ini, yang pasti dia akan malu dan akan kebingungan untuk menyimpan mukanya dimana.
“ada apa nis?”
“kenapa kamu menangis, bukannya kehidupan kamu dulu begitu menyenangkan?” tanyaku ingin tahu.
“aku hancur has…hancur, hancur oleh kebodohanku sendir.”
“coba ceritakan nis, kamu ini hancur kenapa?” tanyaku lagi benar-benar ingin tahu apa yang telah terjadi pada Nis. Dan Nis pin mulai bercerita panjang lebar tentang dirinya bahwa sejak dia lulus kuliah dulu dia langsung dapat kerja menjadi sekretaris disebuah perusahaan yang cukup bonafit. Sejak itulah kehidupan Nis pun berubah, hingga pada suatu waktu dia terbujuk oleh rayuan gombal atasannya yang cukup kaya dan terkenal suka merayu para sekretarisnya, Nis pun menjadi salah satu korbannya dan sudah masuk dalam perangkapnya seperti kerbau dicocok hidung. Hubungan dan kedekatan mereka pun semakin dekat, hingga pada akhirnya Nis menyimpan benih sanga atasannya itu diluar nikah dan kemudian yang membuat Nis sangat terpukul, dia dicampakkan begitu saja oleh atasannya tanpa ada kabar yang jelas dan raib entah kemana. Sampai saat ini hari-hari Nis diisi dengan meratapi nasibnya dengan tangisan dan tangisan.
“maafkan aku nis, bukannya aku tak mau membantumu, tapi aku benar-benar tidak bisa membantu apa-apa...puuuuuh.” aku tiup perlahan asap itu agar dia perlahan-lahan hilang dari hadapanku, aku membiarkan dia agar menangis dalam tangisannya dan bersedih dalam kesedihannya, dan membiarkan dia merenungi tentang dirinya.
Huh, cukup menarik juga cerita Nis ini, dan aku hanya geleng-geleng kepala setelah mendengarkan semua ceritanya. Ternyata kehidupan yang dijalani sebagian temanku begitu rumit dan tambah aneh dibandingkan dulu.
Kulihat satu hisapan lagi rokok itu akan habis, aku berharap yang muncul dari asap kali ini adalah sebuah pertunjukan atau hiburan yang segar. Dan setelah kukepulkan asap itu…ah ternyata perempuan aneh itu kembali lagi dengan antusias aku pun mulai memperhatikannya, dengan pakainnya yang berwarna-warni dan cerah yang aneh dan terkesan abstrak, yang membuatku lebih tertarik lagi perempuan itu mulai menari diiringi dengan hentakan suara perkusi yang begitu dinamis, entah tarian apa yang dia lakukan, aku sama sekali belum pernah melihatnya, mungkin tarian yang dia ciptakan sendiri pikirku, namun bagaimanpun tetap menarik perhatianku. Setelah sekian lama menari, perempuan itu mulai kelelahan terlihat dari gerakannya yang mulai lambat. Tidak lama kemudian dia mulai membuka gulungan kertas karton dengan ukuran besar dan mengangkatnya dengan tulisan yang cukup besar pula “I HATE LOVE, BUT I LOVE MYSELF”, hmmm…entahlah apa yang terjadi dengan perempuan itu, hanya sedikit yang bisa aku mengerti tapi belum bisa kupahami sepenuhnya, dan yang membuat aneh lagi, sebelum asap itu ku tiup perempuan itu sudah menghilang lebih dulu, dan meningglakan secarik kertas dengan tulisan “perkanalkan aku ini seniman, asbakmu sangat bagus.”







Tidak ada komentar:

Posting Komentar