08 Maret 2010

AKU DEKAT KAU BERPALING

Pagi, siang dan malam aku sengaja mengetuk dari pintu yang mudah rapuh dengan lembut.

Memberikan baris demi baris kata semerbak bunga.

Kau hirup tanpa kau cerna.

Kataku dijalur lurus sungguh.

Katamu menghadang dengan canda tawa.

Mungkin terhalang oleh layar kaca.

Sehingga tulisan tidak pernah menghantarkan suara.

Dimana jika kau tahu, jika tulisannya ku katakan akan terdengar lebih dalam dari yang kau kira.

Tapi tak mengapa jika hanya canda dan tawa yang selama ini kubaca.

Asal jangan amarah yang kau unggah, melalui kabel-kabel optik bawah tanah.

Karena jelas aku akan mengalah.

Mengalah bukan berarti menyerah dan benar-benar kalah.

Karena aku sudah terlanjur melukiskan wajahmu pada sebentang kanvas berwarna merah.

Kadang hidup ini seperti undian atau seperti sebuah kompetisi.

Siapa cepat dia dapat.

Tapi aku merasa yang cepat belum tentu lebih baik untuk didaptkan.

Yang sudah dapat, terkadang tidak peka dan tidak pernah peduli.

Ternyata engkau memilih pelari cepat secepat kilat yang sama sekali tak pernah kulihat.

Kau kembali tertawa, namun kali ini bahagia.

Padahal, dengan lambat jejakku mulai mendekat.

Namun kau berpaling pada jejak yang lebih dekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar