09 September 2010

YANG TERSISA DI HARI RAYA ( DI APARTEMEN 77)

Oleh : Oktora Guna Nugraha feat. Dwidikas ‘atat’

Kamis 09 September 2010 adalah hari terakhir di bulan Ramadhan sekaligus juga merupakan hari sebelum esok – idul Fitri, yang tentunya sama-sama kita sambut dengan gema takbir. Sejak pagi hari ada perasaan yang begitu bercampur dalam benak saya, bahagia karena secara awam saya bisa melewati shaum di bulan Ramadhan dengan lancar, dan sampai pula pada hari kemenangan. Tapi disisi lain ada rasa khawatir, apakah shaum saya selama satu bulan sudah benar dan diterima sepenuhnya? Tapi semua itu saya serahkan kembali sepenuhnya kepada Allah SWT Yang Maha Mengetahui apa yang telah diperbuat oleh hamba-Nya. Namun secara keseluruhan, saya tetap mencoba bersuka cita seperti kebanyakan orang dalam menyambut datangnya hari raya, karena bahagia seharusnya saat memasuki bulan Ramadhan, dan terlebih lagi saya merasa bersyukur masih diberi kesehatan hingga akhir Ramadhan dan masih bisa berkumpul dengan keluarga di rumah.

Dari segala apa yang saya rasakan, seketika itu pula seakan menjadi sirna ketika mendengar beberapa kawan yang tidak bisa berkumpul dengan keluarganya saat hari raya Idul Fitri tiba, termasuk juga salah seorang kawan saya – Dwidikas, maka perenungan yang paling dalam bagi saya adalah meraba isi hati mereka yang paling dalam, yang kemudian saya simpulkan bahwa kawan-kawan saya yang tidak bisa pulang kampung halaman bukanlah karena tidak ingin, tapi karena satu dan lain hal, seperti halnya kawan saya Dwidikas yang terpaksa tidak bisa pulang karena sebuah sistem di tempat kerjanya, dan mungkin juga sebagian orang yang terpaksa tidak bisa pulang karena hal yang sama. Hal ini membuat saya sedikit menghela nafas panjang untuk sejenak dan berpikir bagaimana caranya untuk membuat kawan saya bahagia walaupun tanpa keluarga, dan saya sadari betul bahwa sedikit kebahagiaan yang kawan saya rasakan itu tidak akan pernah sebahagia ketika bertemu dengan keluarga di tanah kelahiran.

Saya dan Dwi kemudian sepakat untuk mengisi hari terakhir shaum Ramadhan kali ini dengan mengelilingi Bandung yang mulai terlihat sedikit lengang, kemudian kami berbelanja beberapa barang yang masih kami perlukan, mendung dan hujan rintik pun menemani acara keliling-keliling kami, tapi akhirnya karena dirasa hujan akan membesar maka kami berdua putuskan untuk segera menuju Apartemen 77. Kami bersyukur karena sebelum hujan turun semakin deras, kami sudah lebih dulu tiba di Apartemen. Dan dikala hujan deras itulah sambil memandangi kamar-kamar beberapa kawan yang sudah tampak gelap dan tak berpenghuni itu kami mulai bercerita hari-hari (Ramadhan) yang telah terlewati dan mengenang kembali Ramadhan yang begitu terasa sangat…sangat singkat! Sambil mempersiapkan beberapa sajian tajil untuk berbuka, kami bercerita dan membayangkan ketika beberapa kawan-kawan sesama penghuni Apartemen masih berada di kamarnya masing-masing, dan satu hal yang paling mengesankan bagi kami berdua adalah ketika kami dan kawan-kawan sering berkumpul dan buka shaum bersama (hampir setiap hari) di sebuah meeting room walaupun hanya dengan segelas teh hangat dan semangkuk kolak, tapi hal itu benar-benar membuat kami merasa menjadi satu keluarga, canda dan tawa selalu hadir disana. Namun semua itu dengan sekejap hilang dari pandangan, kami sebenarnya masih rindu dan masih ingin melakukan hal-hal yang tampak sederhana namun penuh kehangatan seperti itu, tapi apa yang mau dikata waktu telah menghapus segalanya.

Berjam-jam kami berdua bercerita, akhirnya waktu jua yang menghantarkan kami dan juga semua orang pada waktu berbuka (buka puasa penutup). Lalu selepas berbuka dan shalat maghrib, perasaan saya (dan mungkin juga kawan saya) semakin tidak karuan saja, terlebih lagi lagi ketika masjid di sebelah apartemen sudah lebih dahulu dengan khidmatnya menggemakan takbir…Allahuakbar…Allahuakbar…Allahuakbar…walillahilham!, ingin rasanya menitikkan air mata, karena rasanya baru saja kita mengucap niat bershaum, tiba-tiba saja sudah tiba pada takbir yang mengagungkan kebesaran Allah SWT, dan secara reflek perlahan bibir kami pun ikut mengucapkan takbir! Dan kembali tegar. Walaupun yang kami nikmati kemudian adalah keheningan dan kegelapan beberapa kamar kawan-kawan yang diterangi oleh terangnya kamar kami yang masih menyala dan masih menyimpan sisa-sisa cerita saat Ramadhan yang lalu. Akhir kata Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H, terutama bagi kawan-kawan yang telah lebih dahulu berkumpul dengan keluarga.

Bandung, tengah malam di Apartemen 77, 09/09/10
Ditemani oleh hening, dingin dan gema takbir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar