14 Oktober 2018

KOMENTATOR

Masih jadi pertanyaan buat saya sendiri, kenapa sih orang bisa berkomentar? Perlu ya mengomentari sesuatu? Apalagi mengomentari sesuatu yang gak perlu dikomentari, kayanya kalau tulisan ini kebaca sama ahli bahasa, pasti dikomentari juga nih, soalnya tatanan bahasanya kacau, mungkin yaa, tapi gak apa apa lah, bebaskeun!

Mungkin perlu penelitian lebih lanjut, yang pasti ditelitinya bukan sama saya yah, akumah apa atuh, penelitian dan riset itu butuh biaya yang besar you know apalagi ini untuk meneliti sisi lain manusia, yaitu mengenai komentar, pengajuan proposal penelitiannya bisa sampai berapa M tuh?. Jadi yang ingin saya ketahui sebenernya orang mengomentari orang lain itu apakah sebuah kebiasaan, sifat atau memang software yang sudah ter-install dari sananya? Saya sering denger seseorang ngeluh ke temennya "uh dasar kamu mah, apa apa dikomentarin" , kebayang kan kalau udah apa apa dikomentarin, liat baju orang warna nya ga matching dikomen, pesen makan terus makanannya ga sesuai sama foto yang ada dibuku menu langsung dikomen malah di komplen, ujung ujungnya minta diskon atau gratis sekalian *boke mah boke ajah meureun gak usah nyari nyari alesan buat dapet diskon atau gratisan, liat rambut orang gondrong dikomen padahal sendirinya plontos, pokonya apa apa dikomentar deh, kebayang cape kan jadi orang yang suka komentar ini itu, cape otak, perasaan dan mulut, kalau terlalu sering ngomentarin dan udah jadi kebiasaan rutin, jatuhnya jadi ke iri, dengki, ghibah, gossip dan segala penyakit hati lainnya, mungkin? Mungkin aja.

Kecuali Rendra Sudjono, kalau do'i memang profesinya sebagai komentator jadi ga usah kita komentarin lagi, ngapain juga ngomentarin orang yang kerjaannya komentator, apalagi komentator sepakbola, di komentar balik baru tau rasa...hehehe, udah lah daripada saling komen, mending kita saling berbagi rezeki, tapi tanpa dikomentari juga ya.. Hehe.


Ditulis diruang tamu sebelum pergi kerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar