26 Januari 2010

DENGAN TANGAN HAMPA

Kedua tanganku yang seolah selalu bekerja.

Hampir saja aku tak mengenal siang dan malam.

Bahkan aku tidak memikirkan balasan apa yang akan aku terima dari sekian liter keringat yang keluar dari kedua tanganku.

Mungkin memang benar.

Menggerakan kedua tangan dan kaki menuju sentra-sentra ruang persaingan dengan aktifitas yang hampir sama.

Adalah semata-mata untuk menggenggam harta yang siap untuk terbang kembali mengahmpiri benda-benda bisu yang bergerak.

Mengorbankan dan membunuh segala keinginan untuk berkarya.

Bertindak nyata untuk dirinya.

Mereka menganggap berkarya adalah sia-sia.

Seperti bekerja tapi dengan tangan hampa.

Maka jika ingin mendapatkan sepasang sepatu baru aku terpaksa atau dipaksa memenuhi hasrat warna-warni yang sudah dikenal di hamparan berjuta-juta warna popular.

Aku tersisih, tapi aku harus terus berjalan.

Memandang dunia tidak perlu dengan mikroskop.

Karena dunia bukan mikroba yang harus dipandang oleh kesempitan ruang.

Aku tidak dianggap apa-apa, tapi aku masih bisa berbuat.

Karena langakahku sudah tidak selaras dengan yang berdasi dan berjas.

Aku masih bangga dengan kaos usang hasil karya orang-orang yang terus berjuang.

*banyak cara untuk mencari uang, banyak cara untuk bersenang-senang.

Karena membuktikan karya besar dengan tangan hampa bukanlah sia-sia.

Tapi akan berharga dan tidak pernah terlupa.

Bandung, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar