08 Januari 2010

TELEPATI JILBAB HITAM

Setiap hari sabtu pagi, menjadi salah satu hari yang khusus bagiku untuk duduk-duduk santai sekedar menikmati segarnya udara pagi di taman-taman kota di kotaku yang katanya semakin panas dan katanya selalu macet jika akhir pekan tiba atau pada saat libur panjang. Tapi aku sama sekali tidak begitu peduli dengan segala kemacetan di hari sabtu atau minggu, habis mau apalagi. Yang penting taman kota harus selalu ada, apalagi hutan kota yang menjadi paru-paru kotaku, yang katanya juga akan berubah menjadi bangunan-bangunan mewah. Harusnya jangan pernah diganggu, karena jika alam diganggu, kemarahannya akan menjadi bencana bagi banyak orang, ya aku hanya berpikir menurut teori-teori yang sederhana saja.

Setiap kali aku berada si sebuah taman, selalu banyak orang-orang yang beraktifitas disana, aku hanya sendirian saja untuk pergi ke taman, aku selalu merasa malas untuk mengajak siapa pun. Banyak sekali yang dilakukan orang-orang di taman, ada yang berdiskusi santai, ada yang hanya jalan santai, yang sedang mengerjakan tugas beramai-ramai pun ada dan tidak jarang pula ada yang selalu berlatih sesuatu, salah satunya yang pernah kulihat dan sekaligus menarik perhatianku adalah sekumpulan siswa-siswa SMU yang berlatih semacam akting atau juga teater, dan bukan hanya aku saja yang ikut memperhatikannya tapi orang-orang yang ada di taman pada saat itu kebanyakan memperhatikan pula akting anak-anak sekolah itu.

Namun, dari sekian kali aku mengunjungi taman-taman kota setiap sabtu, pernah suatu waktu taman yang aku kunjungi tampak sepi, hanya ada beberapa orang pedagang makanan kecil dan seorang penual koran yang lalu lalang, tapi justru aku lebih leluasa untuk memilih dimana aku akan diam dan duduk, saat itu aku memilih tempat duduk di sebelah pojok taman karena di tempat duduk itu terdapar sebuah meja permanen dari semen, ternyata walaupun agak sepi suasananya lebih tenang dan lebih nyaman untuk menulis, menggambar ataupun membaca koran. Kemudian aku pun merasakan suasana yang membuatku terasa tidak kalah anehnya dan antara sadar dan tidak, tidak biasanya aku berbincang-bincang dengan seseorang ditaman, apalagi dengan seorang perempuan, lalu proses percakapannya itu yang aku anggap aneh karena percakapan itu dilakukan secara tidak lazim. Jika orang-orang pada umumya berbicara atau mengobrol dengan seseorang dan saling berhadapan tentunya akan mengeluarkan suara serta gerak tubuhnya sebagai ekspresi dari apa yang dibicarakan, gerakan bibirnya terlihat jelas bahwa seseorang itu tengah berbicara. Tapi justru apa yang aku lakukan tidak seperti itu, aku berbicara tidak mengeluarkan suara dan bibirku pun tertutup rapat.

Jadi ceritanya pada saat itu hari masih belum terlalu siang, dan aku masih sendirian di taman itu, aku keluarkan satu persatu buku catatan, balpoin, air mineral dan sebungkus kacang polong dari dalam tas ku, aku pun mulai menulis sesuatu tanpa tema apapun. Mengalir. Suasana yang benar-benar membuatku mengalir untuk menulis, lalu aku pun tidak lupa menuliskan teori yang baru kutemukan ini. Jika ingin menulis carilah tempat yang sejuk dan tidak terlalu ramai.

Angin perlahan-lahan mulai berhembus mengitariku, namun baru sejenak saja aku rasakan kesejukannya, angin yang baru saja datang itu ternyata tidak hampa, secara reflek aku menoleh kesebelah kananku dan sedikit terkesima tatkala yang aku pandangi adalah seorang perempuan berjilbab hitam kemudian berjalan dihadapanku, aku kira-kira usianya sekitar 23 tahunan, cerah, santai sambil berjalan menjinjing tas laptopnya. “hmm...jadi ini yang dibawa oleh angin” bisikku dalam hati. “begitulah alam diciptakan tidak pernah sia-sia” bisikku lagi. Perempuan berjilbab hitam itu kemudian duduk tepat dihadapanku, hanya berjarak kira-kira tiga meter saja dari tempatku duduk. Sebenarnya hal itu biasa-biasa saja dan tidak terlalu berpengaruh bagiku seandainya perempuan itupun duduk disebelahku. Tapi itulah aku pun tidak mengerti, sejak perempuan itu duduk dan membuka laptopnya, ada sesuatu yang menggangguku dan membuyarkan segala konsentrasi yang sudah dibangun. Aku kalah. Dan sesekali aku ingin memperhatikannya.

Pada awalnya, raut wajahnya tampak cerah menikmati kesejukan taman, sama halnya sepertiku. Tiga, empat kali aku perhatikan masih saja tampak cerah dan semangat mengutak-atik laptopnya, tapi ternyata tempat yang tidak begtu ramai membuatku sedikit banyak dapat mendengar suara-suara yang kecil dan terdengar jauh, hanya suara semut dan kawan-kawannya saja yang tidak bisa aku dengar. Itu terbukti dari suara dering telepon genggam perempuan itu, sepertinya dering sms pikirku sambil kembali memperhatikannya. Dan benar saja perempuan itu segera mengambil telepon genggamnya dan membaca smsnya dengan seksama, serius. Namu lambat laun wajahnya berubah menjadi seperti sebal pada isi sms itu, kecewa, kesal dan sedikit marah, dan setelah selesai membaca smsnya, perempuan itu serta erta mebantingkan telepon genggamnya ke meja di sebelah laptopnya, kemudian meminum softdrink yang terdapat pula dimejanya. Aku perhatikan lagi wajahnya masih menyimpan kekesalan.

Raut wajahnya itu kemudian membuatku merasa peduli dan menyimpan tanda tanya, apakah yang sedang terjadi pada perempuan itu? Semakin kuat keinginanku mengetahui masalahnya, pikiranku yang paling dalam lalu terbang menghampiri perempuan itu, dan pikiran perempuan itu pun sedang terbang kemana-mana karena rasa kesalnya, dan kesempatan itu segera tidak aku sia-siakan.

“selamat pagi...kenalkan, saya ramlan.”

“pagi juga, maaf ramlan siapa ya? Kayanya kita baru ketemu ya?” jawabnya agak ketus.

Ada sedikit keengganan untuk melanjutkan percakapan dengan perempuan itu, tapi aku mengerti mungkin ia masih begitu kesal setelah membaca smsnya itu.

“i...iya saya memang bukan siapa-siapa, ya kita memang baru ketemu.”

“saya yang duduk disana.” Sambil menunjuk tempat dimana aku duduk.

“oh yang disana!”

“dari tadi saya juga lihat kamu sering memperhatikan saya.” Lanjutnya seraya membuatku sedikit terkejut dan malu, karena ternyata dia juga tahu aku sedari tadi sesekali memperhatikannya.

“i..iya.” lagi-lagi kata-kataku tertahan.

“kalau boleh tahu naman kamu siapa?” tanyaku sedikit memberanikan diri dan hati-hati.

“penting ya namaku buat kamu?.” Jawabnya sambil tersenyum mempermainkanku. Ah ini dia yang aku tunggu senyumnya, membuatku sedikit lega.

“mmm...enggak juga sih tapi apa salahnya kan saya tahu namanya.”

“ya udah namaku husna!.” Jawabnya singkat.

“ada yang mau kamu tanyakan lagi?!”

“enggak sih...sebenernya cuma ingin tahu aja...kenapa ko selesai baca sms jadi marah-marah?”

“yaa barangkali saja ada yang bisa saya bantu gitu?”

“rasanya saya nggak perlu bantuan kamu deh, lagian ini juga bukan urusan kamu!”

Hanya ada satu kata bagiku – sabar.

“oh ya sudah kalau begitu..bagaimana kalau kita bicara yang lain saja, setuju?” ajakku pada perempuan itu.

Belum juga menjawab pertanyaanku itu, tiba-tiba saja dari arah belakang perempuan itu terdengar suara laki-laki memanggil-manggil namanya

“husna...husna sayang!” teriaknya sangat jelas.

“maafin aku ya, aku nggak bermaksud seperti itu, aku cuma...aku cuma...”

“cuma apa??”

bla...bla...bla......................

Dari percakapannya itu, aku segera kembali kedalam diriku sendiri dan segera menepuk kedua pipiku sampai aku benar-benar tersadar dari semuanya. Inikah yang dinamakan telepati?!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar